Halangi Tugas Wartawan Bisa Dipidana, Ketua PWI Sumut: Jangan Biarkan Preman ‘Kuasai’ Pengadilan

oleh -18 views

MEDAN | Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut, Hermansjah (foto) akhirnya angkat bicara seputar kasus terbilang memalukan, yakni pengerahan puluhan preman agar wartawan tidak bisa meliput jalannya persidangan di Cakra 6 PN medan, Rabu (22/1/2020) lalu.

“Jangan biarkan preman ‘menguasai’ institusi pengadilan. Karena perkaranya sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka biarlah pengadilan nantinya memutuskan apakah unsur tindak pidana sebagaimana didakwakan JPU, terbukti atau tidak,” tegasnya ketika dihubungi wartawan via sambungan WhatsApp (WA), Sabtu (25/1/2020).

Masyarakat pencari keadilan harus leluasa mengikuti jalannya sidang dan PN Medan berhak melindungi pencari keadilan, termasuk ketika awak media melaksanakan tugas-tugas peliputan.

Buat Call Center

Kasus pengerahan massa preman ‘menguasai’ arena persidangan tersebut idealnya bisa dijadikan pelajaran ke depan agar tidak terulang lagi.

Salah satu solusi, pimpinan di PN Medan dan Polrestabes Medan idealnya duduk bersama guna melakukan koordinasi.

Misalnya membuka sambungan call center manakala ada aksi pengerahan massa menghalang-halangi tugas-tugas jurnalistik, aparat kepolisian dengan cepat memberikan tindakan preventif ke gedung pengadilan.

“Tugas-tugas jurnalistik yakni sebagai sarana mendidik publik adalah salah satu pekerjaan mulia dan dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menghalangi kebebasan tugas-tugas peliputan artinya mencederai UU Pers. Pelakunya bisa dijerat pidana loh,” tegasnya.

Dipidana 2 Tahun

Sementara, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers Agus Sudibyo pernah menjelaskan, siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka si pelaku dapat dijerat pidana dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara dan denda paling banyak sebesar Rp500 juta.

Hal itu secara lugas disebutkan pada Pasal 18 UU Pers.

Sementara dilansir sebelumnya, Beberapa pria berbadan tegap sengaja berdiri di pintu masuk ruangan sidang Cakra 6. Arogansi massa tidak tanggung-tanggung.

Mereka nekat menyortir pengunjung sidang termasuk awak media yang setiap harinya meliput berita sidang di pengadilan negeri kelas I A Khusus tersebut.

Hab, salah seorang wartawan media online di Medan pun sempat terlibat cekcok dengan massa preman di pintu tersebut. Karena tidak diperbolehkan masuk, Hab kemudian meminta bantuan tenaga sekuriti pengadilan dan akhirnya diperbolehkan masuk.

“Tadi saya sudah minta tolong mau masuk ruang sidang. Kubilang dari media tapi macam tidak mereka dengar. Ada pula malah memelototi saya. Kalau saya ladeni takutnya ribut dan mengganggu jalannya sidang,” urainya.

Rampok Uang IT&B

Sementara dari arena persidangan, saksi korban Tony Harsono merasa nama baiknya tercemar karena postingan terdakwa di WA Grup marga Tan menyebutkan ‘G6 merampok uang IT&B Rp2,4 miliar’.

Persisnya postingan di tanggal 16 April terdakwa mengirim gambar / tulisan kalimat “INGAT G6. MERAMPOK UANG IT&B JUMLAH RP 2.400.000.000 di grup WhatsApp YS Lautan Mulia. ‘YA CUKUP BELI MOBIL MEWAH’.

“Mana buktinya kami merampok? Sementara uang yang kami terima itu adalah uang kompensasi supaya kami mundur dari yayasan. Kejadian sebenarnya kami dipaksa mundur supaya dia (terdakwa) menguasai yayasan (Lautan Mulia, red) itu,” urainya.KM-red