koranmonitor – BATAM | Satgas Antimafia Tanah Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri), menangkap tujuh tersangka pemalsuan sertifikat tanah di wilayah Tanjungpinang, dengan kerugian dialami korban mencapai Rp16,84 miliar.
Kapolda Kepri Irjen Pol. Asep Safrudin di Mapolda Kepri, Kota Batam, Kamis (3/7/2025) mengatakan, pengungkapan kasus ini bermula dari laporan salah satu korban di Polresta Tanjungpinang, yang telah ditipu oleh para pelaku hingga rugi ratusan juta.
“Bermula dari laporan warga yang ingin mengubah sertifikatnya dari analog ke elektronik, ternyata setelah ditelusuri oleh BPN, sertifikatnya palsu,” kata Asep.
Dari kejadian tersebut, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil Tanjungpinang melaporkan ke Polresta Tanjungpinang, dan ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan serta penyidikan.
“Penyidikan intensif dilakukan Satgas antimafia Tanah Polresta Tanjungpinang diback-up Polda Kepri hingga bisa mengamankan tujuh orang pelaku,” ujarnya.
Jenderal polisi bintang dua itu menyebut, objek yang dipalsukan berupa sertifikat, sedangkan objek lahannya tersebar di tiga wilayah di Kepri, yakni Tanjungpinang, Batam, dan Bintan.
Dia menyebut pelaku pelaku merupakan jaringan yang memiliki peran masing-masing, ada yang mengaku sebagai anggota Satgas Antimafia Tanah, petugas BPN, juru ukur, hingga pembuat sertifikat yang menyerupai aslinya.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepri Kombes Pol. Ade Mulyana mengatakan inisial ketujuh tersangka, yakni ES, RAZ, MR, ZA, LL, KS dan AY.
Dia menjelaskan ES merupakan otak dari tindak pidana pemalsuan sertifikat tanah tersebut dibantu keenam pelaku lainnya.
“Tindak kejahatan ini telah dilakukan sejak 2023 sampai kami tangkap Juni 2025,” kata Ade.
Adapun jumlah masyarakat yang menjadi korban sebanyak 247 pemohon baik perorangan maupun berbadan hukum yang berada di Tanjungpinang, Bintan dan Batam.
“Terutama untuk badan hukum kebanyakan di Batam korbannya,” ujarnya.
Selama berpraktik para pelaku telah mencetak 44 sertifikat palsu terdiri atas 10 sertifikat elektronik dan 34 sertifikat analog berupa SHM, HGB dan sebagainya.
“Kalau di Bintan, tersangka ES meminta bayaran pengurusan sertifikat bervariasi mulai dari Rp20 sampai Rp30 juta. Tapi kalau di Batam kisaran Rp1,5 miliar,” kata Ade.
Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP dan/atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 56, juncto Pasal 64 ayat (1) ancaman hukuman maksimal 6 tahun pidana penjara. KMC/ant