
KORANMONITOR.COM, MEDAN – Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara Erni Ariyanti Sitorus dinilai anti kritik sebagai pimpinan.
Sebagai seorang pejabat publik, Erni Ariyanti Sitorus dinilai tak tepat menjabat sebagai pemimpin, karena mudah membawa perasaan (Baper).
Di mana, Erni Ariyanti Sitorus dikritik di media sosial yang berjudul Bestie Politik’ yang dinilai melemahkan fungsi dan pengawasan legislatif, langsung membuat laporan ke polisi dengan dalil UU ITE.
Beberapa netizen berkomentar pada kolom komentar di akun dianggap Erni Ariyanti Sitorus sebagai bentuk penghinaan. Akan tetapi, bentuk hinaan tersebut belum dapat dibuktikan.
Adapun netizen yang berkomentar, @ar**na.y**i ‘cocok ya mereka’, lantas @hamdanisyahputra131313 membalas dengan tulisan ‘tinggal nunggu undangan’. Kemudian @bolone**ana_id berkomentar ‘semoga berjodoh’, Hamdani membalas ‘aamiin’.
Lalu akun @gina**vita berkomentar ‘Mirip’, dan Hamdani juga membalas ‘Soulmate’ sembari menambahkan stiker emoji wajah tersenyum dengan mata berbentuk hati.
Usai melihat kritikan netizen, Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti Sitorus gelisah dan melaporkan kejadian ini ke Polda.
Laporan tersebut dianggap bukan dari penyelesaian masalah, namun malah menimbulkan konflik baru.
Praktisi Hukum Ramadianto menilai, Erni Ariyanti Sitorus lebih baik memahami permasalahan, sebelum melakukan laporan ke Polisi. Sebab, dalam laporan terkait UU ITE, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah melakukan pembaharuan terhadap sejumlah pasal.
“Seharusnya pelapor (Erni Ariyanti Sitorus) sebagai pejabat publik berpedoman kepada putusan MK,” kata dia.
Ramadianto menjelaskan, dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat 4 UU ITE, menurut MK hanya bisa ditujukan kepada orang perseorangan.
“Yang berarti, lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan tidak bisa melaporkan dugaan pencemaran nama baik,” ucapnya.
Menurutnya, kenapa MK mengeluarkan pernyataan tersebut, karena dalam negara demokrasi kritik merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Selain itu, kritik terhadap kebijakan pemerintah untuk kepentingan masyarakat merupakan hal yang sangat penting sebagai sarana penyeimbang atau salah satu kontrol publik yang justru harus dijamin dalam negara hukum yang demokratis MK dalam amar pertimbangannya.
Melihat kejadian ini, Ramadianto menilai Erni Ariyanti Sitorus sebagai pimpinan di DPRD Sumut anti akan kritikan dari masyarakat.
“Seharusnya pejabat publik jangan jangan anti kritik,” ucapnya.
Baginya, seorang pemimpin itu harus siap menghadapi kritikan, karena merupakan bentuk demokrasi. Jika kritikan dibalas dengan laporan kepolisian, menurutnya akan melemahkan institusi perwakilan rakyat tersebut.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon Erni Ariyanti Sitorus enggan memberikan tanggapannya.
Beberapa waktu lalu Erni Ariyanti Sitorus juga hampir memecah hubungan baik antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh.
Dalam pernyataannya, Erni Ariyanti Sitorus meminta Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk mempertahankan status 4 pulau yang berada di perbatasan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Aceh Singkil.
Pada akhirnya, Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan menyelesaikan konflik perebutan 4 pulau yang terjadi antara Sumut-Aceh.
Pernyataan Erni Ariyanti Sitorus ini dinilai dapat memecah belah hubungan baik yang sudah terjalin lama antara Aceh dan Sumatera Utara.
KM