koranmonitor – BINJAI | Diduga Oknum jaksa berinisial RS yang diduga meminta uang untuk meringankan hukuman perkara narkotika adalah sebuah pelanggaran etik yang harus diproses oleh bidang pengawasan kejaksaan.
Bahkan, perilaku oknum jaksa yang berdinas di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai ini, dapat terancam dengan tindak pidana.
Pandangan itu disampaikan Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Pembangunan Panca Budi, Prof T Riza Zarzani saat diminta tanggapannya, Rabu (12/11/2025).
“Terkait dengan adanya dugaan oknum jaksa di Kejari Binjai yang meminta sejumlah uang kepada keluarga terdakwa kasus narkoba, merupakan pelanggaran serius yang mengarah pada tindak pidana dan pelanggaran etik,” kata dia.
“Oknum jaksa yang meminta uang atau menerima suap kepada terdakwa dengan janji dapat meringankan tuntutan pada perkara yang ditangani, harus diproses etik kejaksaan dan pidana. Bahkan, itu termasuk kepada gratifikasi atau suap kepada penegak hukum,” sambungnya.
RS diduga meminta uang kepada keluarga terdakwa narkotika senilai Rp20 juta dengan janji hukuman 5 tahun pidana penjara. Namun, terdakwa berinisial MVAP malah dituntut 14 tahun kurungan penjara dan divonis 11 tahun oleh Hakim Ketua, Bakhtiar.
Riza juga menyayangkan, perilaku oknum jaksa yang diduga meminta suap meringankan hukuman terhadap perkara narkotika. Pasalnya, kasus narkotika termasuk kejahatan luar biasa atau ekstra ordinary crime.
“Perkara (narkoba) yang ditangani termasuk extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa. Di mana saat ini pemerintah dan aparat penegak hukum sedang gencar melakukan pencegahan serta pemberantasan narkoba secara masif, karena tingkat prarelevansi narkoba di Sumut khususnya sangat tinggi,” serunya.
“Provinsi Sumut juga dengan tingkat penyalahgunaan narkoba tertinggi di Indonesia, sehingga harus ada upaya yang benar-benar serius dilaksanakan seluruh pihak untuk dapat mengatasi masalah narkoba. Dan yang lebih memprihatinkan, kasus tersebut merupakan kasus narkoba. Sementara kita tau bersama bahwa saat ini Sumut sedang gencar-gencarnya memberantas peredaran narkotika,” sambungnya.
Terpisah, oknum jaksa RS saat dikonfirmasi memberi jawaban seadanya. “Saya sudah klarifikasi dengan pak kasi Intel. Untuk lebih jelasnya, silahkan berhubungan dengan pak kasi Intel,” tukasnya.
Sebelumnya, Kasi Intelijen Kejari Binjai, Noprianto Sihombing, menegaskan pihaknya telah melakukan klarifikasi terhadap RS. “Setelah RS diklarifikasi, jaksa yang bersangkutan menyatakan tidak pernah menerima uang,” ujarnya singkat.
Uang itu diberikan dengan janji hukuman akan diringankan menjadi lima tahun. Permintaan awal sebesar Rp20 juta disebut tidak mampu dipenuhi pihak keluarga, sehingga RS hanya menerima Rp18 juta.
Meski uang telah diserahkan setelah sidang perdana, janji keringanan hukuman tersebut tidak terpenuhi. Keluarga terdakwa pun mengaku kecewa dan merasa tertipu. Uang tersebut bahkan dikumpulkan dari hasil pinjaman. KM-red





