koranmonitor – MEDAN | Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, resmi duduk di kursi penipu, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menudingnya sebagai aktor utama dalam pengaturan dua pemenang proyek peningkatan struktur jalan senilai total Rp165,8 miliar.
Dalam dakwaan, Topan disebut tidak hanya menerima suap, tetapi juga menginisiasi pengusulan proyek tanpa dasar teknis, menyetujui fee 5 persen, dan kekayaan agar paket pekerjaan “dimainkan” demi memenangkan perusahaan tertentu.
Dakwaan dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang dipimpin Eko Wahyu Prayitno dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (19/11/2025), dipimpin Ketua Majelis Hakim Mardison.
Fee 5 Persen dan Uang Tunai
Dalam surat dakwaan Nomor 57/TUT.01.04/24/11/2025, KPK menyebut Topan menerima uang tunai Rp50 juta serta menyetujui komitmen fee 5 persen dari nilai kontrak.
Dari jumlah tersebut, 4 persen dipilih untuk Topan dan 1 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) UPTD Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar.
Uang tersebut diberikan oleh Direktur PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang, serta Direktur PT Rona Na Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang, yang menginginkan proyek melalui mekanisme e-katalog jatuh ke perusahaan mereka.
Penyerahan uang tunai itu dilakukan melalui ajudan Topan, Aldi Yudistira, di Grand City Hall Heritage Medan pada 25 Juni 2025.
Proyek Didorong Masuk APBD Meski Belum Siap
KPK juga menyoroti langkah Topan yang mengusulkan dua proyek peningkatan jalan dalam perubahan APBD 2025, meski dokumen perencanaan teknis belum lengkap dan tanpa alasan kedaruratan.
Dua proyek tersebut adalah, Peningkatan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu senilai Rp96 miliar, dan Peningkatan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot di Padang Lawas Utara senilai Rp69,8 miliar.
Kunci Pemenang
Dalam dakwaan, KPK memaparkan bahwa spesifikasi materi saluran beton diubah dari DS3 menjadi DS4, tipe yang disebut hanya bisa diisi oleh dua perusahaan pemberi suap.
Perubahan spesifikasi dilakukan setelah pertemuan di Brothers Caffe, dan kemudian dimasukkan oleh konsultan CV Balakosa ke dokumen perencanaan.
Topan juga diduga meramalkan Rasuli untuk menyampaikan paket pekerjaan ke e-katalog, serta memenangkan perusahaan tertentu melalui HPS, KAK, dan spesifikasi teknis yang belum rampung.
Paket tetap diinput dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP pada tanggal 26 Juni 2025, dan proses negosiasi berlangsung hingga malam hari.
Para pelaku dijerat Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana 4 hingga 20 tahun penjara.
Topan dan Rasuli kini ditahan di Rutan Kelas I Medan. Sidang selanjutnya dijadwalkan pada tanggal 26 November 2025 dengan agenda pemeriksaan Saksi. KM-fahR






