koranmonitor – BINJAI | Kasus dugaan korupsi Dana Insentif Fiskal (DIF) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai terus menuai sorotan.
Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sumatera Utara menilai, tiga data yang berbeda terkait kasus ini justru menjadi modal kuat bagi Kejari Binjai untuk segera menetapkan tersangka.
Ketua BADKO HMI Sumut, Yusril Mahendra, Selasa (9/12/2025) mengungkapkan kekecewaannya atas lambannya penanganan kasus korupsi DIF yang terkesan tertutup, dan diduga melindungi oknum-oknum yang terlibat.
Ia menilai, kasus ini sudah terang benderang setelah adanya temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara.
“Mau dipelintir bagaimana pun, kasus ini sudah tidak bisa. Kejari Binjai harus fokus dan segera mengekspos kasus ini, bukan malah mangkrak seperti sekarang,” tegas Yusril.
Ia juga berencana menyampaikan hal ini ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), mengingat sebelumnya BADKO HMI sempat mendatangi Kejari Binjai atas rekomendasi Kejati Sumut untuk meminta penjelasan terkait proses penyidikan.
Yusril menyoroti tiga penjelasan berbeda yang dinilainya janggal dan seharusnya menjadi dasar bagi Kejari Binjai untuk menetapkan tersangka.
Yang pertama terkait aliran dana DIF, Yusril mempertanyakan ke mana dana tersebut disalurkan dan berdasarkan apa anggaran itu didapatkan.
“Apakah ada permohonan atau tidak? Jika ada, berarti ada yang sudah disepakati untuk dikerjakan. Bukan setelah dana turun, tidak dibahas oleh DPRD Binjai, lalu seenaknya mengotak-atik anggaran ini. Ini sudah lari dari juknis DIF dan perencanaan awal sehingga pelaksanaannya tidak sesuai regulasi yang berlaku,” jelasnya.
Kedua, Yusril mempertanyakan siapa yang memerintahkan pembayaran hutang dan berapa yang boleh dibayarkan sesuai aturan. Ia menilai, proses pemeriksaan DIF saat ini terkesan mencari – cari “tumbal” yang akan dijadikan tersangka.
“Sudah jelas bahwa Usernya adalah BPKAD dan TAPD yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan anggaran dan keuangan ini. OPD itu adalah korban, jadi Kejari Binjai jangan paksakan itu,” tegasnya.
Yusril menyoroti perbedaan data antara LHP BPK-RI Perwakilan Sumatera Utara yang menyatakan tidak ada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) DIF, data Kementerian Keuangan yang menyebutkan laporan masih 50% atau sebesar Rp 10,44 miliar, dan penjelasan Kepala BPKAD Kota Binjai, Erwin Toga, yang menyebutkan ada SILPA sebesar Rp 1,2 miliar, yang kemudian dikoreksi oleh Kejaksaan menjadi Rp 1,8 miliar. “Ini jelas ada permainan,” ungkap Yusril.
BADKO HMI Sumut berjanji akan terus berkoordinasi dengan Kejati Sumut terkait kasus ini dan akan mengawal jika ada OPD pelaksana anggaran yang bersumber dari DIF dijadikan tersangka.
“Merekalah yang seharusnya menjadi saksi kunci dalam pelaksanaan anggaran itu,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BPKAD Kota Binjai, Erwin Toga Purba, yang disebut-sebut sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan, tidak dapat dikonfirmasi.
Diduga, Erwin Toga telah memblokir kontak wartawan hingga terkesan takut dikonfirmasi untuk kepentingan pemberitaan.
Dengan berbagai kejanggalan dan perbedaan data yang terungkap, publik kini menanti langkah konkret dari Kejari Binjai untuk membuktikan komitmen dalam memberantas korupsi dan mengungkap kebenaran di balik kasus korupsi DIF yang merugikan negara ini.KM-Nasti






