Gunawan Benyamin
SEKITAR 10 tahun yang lalu, saya sudah melakukan survey terkait dengan redenominasi. Dan hasilnya mayoritas masyarakat setuju kalau redenominasi itu diterapkan. Yang paling penting itu edukasi dan sosialisasinya.
Terlebih masyarakat di perkotaan yang memang pada dasarnya sudah terbiasa dengan model kuotasi harga yang sudah tidak lagi menggunakan 3 angka nol dibelakangnya.
Jadi masyarakat perkotaan itu pada dasarnya sangat familiar dengan istilah redenominasi. Jadi kalau misalkan ada menu bakso yang harganya 10 rupiah. Mereka langsung faham maksud dari harga 10 tadi itu adalah Rp10.000 per mangkuknya. Bahkan juga dengan angka pecahan (tidak bulat). Seperti menu di sejumlah café yang sudah menerapkan harga dalam satuan pecahan. Seperti misalkan 23.5 yang berarti harga menu tadi adalah Rp23.500.
Sudah ada banyak yang menerapkan kemudahan seperti itu. Bahkan di pasar tradisional sekalipun, harga komoditas pangan juga kerap dijual dengan angka tanpa 3 nol dibelakangnya. Misal cabai merah dibandrol 8 per Kg, yang artinya Rp8.000 per Kg. Dan kebiasaan ini harus bisa jadi gerakan oleh semua pedagang. Gerakannya harus lebih massif lagi sehingga akan menjadi kebiasaan bagi masyarakat hingga di pelosok desa.
Sehingga dengan gerakan itu tanpa sadar masyarakat menjadi teredukasi, selanjutnya tinggal diedukasi dan disosialisasikan bagaimana mengenal uang hasil redenominasi. Memang pada saat ini inflasi cukup terkendali di tanah air. Ini jadi modal besar untuk melakukan redenominasi, karena salah satu resiko paling besar berkurang, resiko itu adalah inflasi.
Hanya saja, saat ini kita tengah memasuki tahun politik. Isu redenominasi ini bisa saja digiring dengan narasi yang membuat masyarakat bingung atau bahkan ketakutan. Padahal isu ini hanya isu yang sangat sederhana. Jadi waktu yang tepat redenominasi ini diberlakukan adalah saat kita sudah melakukan hajatan akbar PEMILU.
Saya menilai Redenominasi ini bisa dilakukan jika nantinya Presiden terpilih mengeksekusi rencana redenominasi tersebut. Jadi tinggal komitmen dari masing-masing capres untuk merealisasikan redenominasi nantinya. Kalau masalah kesiapan redenominasi, ini tinggal ditanyakan ke BI saja. Tetapi kalau dari sisi kesiapan masyarakat, saya menilai masyarakat sudah siap jika tersosialisasi dengan baik.
Pengalaman saya itu begini saat melakukan survey. Saya mengedukasi ke masyarakat terlebih dahulu apa itu redenominasi. Dilengkapi dengan contoh atau ilustrasi yang bisa membuat masyarakat lebih memahami.
Dan hasilnya minim penolakan, dan beberapa responden yang tidak setuju bahkan menyatakan kalau dia tidak setuju, karena di kampung halamannya masih banyak keluarganya yang tidak memahami redenominasi. Dan bukan karena si responden itu tadi tidak mengerti redenominasi.
Jadi temuan itu bisa diatasi dengan cara membuat sosialisasi redenominasi secara massif dengan melibatkan media. Mulai media cetak hingga media sosial harus terlibat. Gunakan bahasa dan ilustrasi yang mudah di pahami selama proses sosialisasi redenominasi. Saya yakin hasilnya tidak akan mengecewakan nantinya.(Penulis: Gunawan Benjamin, Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara)
koranmonitor - MEDAN | “Terima kasih, Pak Wali Jalan kami bagus sekarang. Senang kami...”. Ungkapan terima kasih…
koranmonitor - JAKARTA | Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) H Teuku Yudhistira turut angkat…
koranmonitor - MEDAN | DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan resmi mengesahkan Perubahan Anggaran Pendapatan dan…
koranmonitor - MEDAN | Tim Ditresnarkoba Polda Sumut menangkap tiga orang tersangka berikut ratusan pil…
koranmonitor - JAKARTA | Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan penguatan nilai…
koranmonitor - JAKARTA | Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin…