koranmonitor – MEDAN | Program Jaminan Kestabilan Harga Komoditas Pangan (JASKOP) di Sumatera Utara (Sumut), menjadi salah satu Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Gubernur Sumut, Bobby Nasution.
Surplus sejumlah bahan pangan utama menjadi bukti keberhasilan kerja kolaboratif yang dijalankan oleh Pemprov Sumut di bawah kepemimpinan Bobby.
Berdasarkan data yang dihimpun, Jumat (30/10/2025), harga beberapa komoditas pangan khususnya cabai merah mengalami penurunan setelah sempat meroket tinggi beberapa waktu lalu. Padahal, sejak Januari hingga September 2025, ketersediaan bahan pangan seperti beras dan cabai merah di Sumut tercatat dalam kondisi surplus.
Pada periode tersebut, setara dengan produksi beras di Sumut mencapai 1.754.689 ton dengan kebutuhan sebesar 1.288.609 ton, sehingga terdapat surplus 466.080 ton. 
Sementara untuk proyeksi Oktober 2025, konversi beras diperkirakan 145.632 ton dengan kebutuhan 145.534 ton, menghasilkan surplus tipis 98 ton.
Untuk komoditas cabai merah, produksi Januari–September 2025 mencapai 183.846 ton, sedangkan kebutuhan hanya 91.085 ton, sehingga tercatat surplus 92.760 ton. Perkiraan Oktober 2025 menunjukkan produksi 17.152 ton dengan kebutuhan 10.247 ton, atau surplus 6.904 ton.
Rencana panen cabai juga telah dijadwalkan pada 27 Oktober hingga 10 November 2025 guna menjaga kontinuitas pasokan.
“Dari proyeksi dan catatan surplus itu, tergambar bahwa kerja kolaboratif Gubernur kita bukan sekadar slogan. Tinggal bagaimana instansi terkait menjaga kestabilan ini ke depan,” ujar Peneliti Lembaga Kajian Masyarakat Marginal (LKMM), Ika Anshari.
Menurutnya, kunci keberhasilan menjaga surplus pangan terletak pada sinergi dan kolaborasi Bobby Nasution dengan pemerintah kabupaten/kota dalam mengawal stabilitas ketersediaan bahan pangan. Selain itu, faktor pendukung seperti ketersediaan udara yang cukup hingga Desember 2025 turut memperkuat produksi pertanian di Sumut.
“Ketersediaan udara menurut BMKG cukup baik hingga Desember 2025, ini tentu mendukung pola tanam. Oleh karena itu, pemantauan stok harus dilakukan secara berkala oleh TPID dan dinas terkait,” Ika.
Sementara itu, mahasiswa Ekonomi UMSU, Baginda Siregar, menilai Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumut harus memberikan perhatian serius terhadap kondisi surplus pangan Fakultas ini untuk memperkuat kerja kolaboratif Pemprov Sumut serta menutup celah praktik permainan harga.
“Saat ini stok cabai merah surplus, tapi kemarin sempat naik sebelum akhirnya menurun. Kami menduga ada mafia yang mencoba mengambil keuntungan besar dari anomali harga ini,” ungkap Baginda.
Ia juga menyoroti bahwa motif di balik permainan harga bukan semata-mata mata keuntungan ekonomi, tetapi bisa juga berbau politik.
“Keuntungan politik sangat mungkin terjadi. Sebab, situasi kenaikan harga beberapa hari lalu bisa diarahkan untuk menyerang kinerja Pemprov Sumut. Kita harus mewaspadai mafia-mafia yang justru menyulitkan rakyat,” tegasnya.
Baginda mendorong TPID Sumut untuk lebih aktif memadukan pergerakan harga dan stok pangan. Apalagi di dalam struktur TPID, unsur kepolisian yang memiliki kewenangan menindak pelaku spekulasi dan penimbunan terdapat.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan menegaskan tidak akan tinggal diam menghadapi praktik spekulatif yang memicu membunyikan harga cabai di pasar-pasar tradisional.
“Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus, unit Industri dan Perdagangan, sudah lama membentuk Satgas Pangan,” ujar Ferry di Medan, Senin malam (27/10/2025).
Menurutnya, Satgas Pangan selama ini menangani persoalan beras, jagung, dan bahan pokok lainnya. Namun, saat ini fokus utama diarahkan pada pengawasan distribusi dan harga cabai merah di sejumlah daerah sentra produksi.
“Kami tengah menelusuri potensi permainan harga dan dugaan penimbunan. Untuk masalah kenaikan harga atau kelangkaan cabai, kami sedang melakukan pemantauan intensif,” tegas Ferry. KMC/R

 
													




