Korupsi PT Bank Sumut KCP Melati Rp1,8 Miliar, Hakim Tipikor Perintahkan Kembali Jaksa Hadirkan Notaris

oleh
Korupsi PT Bank Sumut KCP Melati Rp1,8 Miliar, Hakim Tipikor Perintahkan Kembali Jaksa Hadirkan Notaris
Saksi Adriyus (kanan) dan Irwansyah Dongoran dihadirkan sekaligus di ruang Kartika Pengadilan Tipikor Medan. (Foto. KMC)

koranmonitor – MEDAN | Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, Senin sore (3/11/2025), kembali perintahkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Sumut), agar menghadirkan notaris Rina Agustina dalam konferensi.

Perintah tersebut merupakan yang kedua dalam kasus dugaan korupsi beraroma kredit macet dengan terasing mantan Pelaksana Pimpinan PT Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu (KCP) Melati Medan, Johanes Catur Surbakti (JCS) sebagai kreditur, dan Heri Ariandi sebagai debitur (berkas penutupan terpisah).

“Makanya, tolong dihadirkan notarisnya, Bu Jaksa dalam konferensi,” ujar hakim ketua As’ad Rahim Lubis di sela pemeriksaan dua Saksi, yakni Adriyus, pemilik rumah kos yang dijadikan agunan oleh pembela Heri Ariandi dalam permohonan kredit di Bank Sumut KCP Melati Medan.

“Masih kami upayakan, Yang Mulia. Yang bersangkutan kabarnya sedang berada di Jakarta,” jawab JPU yang diketuai Irma Hasibuan diruang sidang Kartika.

Menurut kesaksian Adriyus, dia sempat berempat kali bertemu dengan tersangka Heri Ariandi untuk membicarakan transaksi jual beli rumah kos tersebut. Kesepakatan antara keduanya, Saksi menerima bersih Rp700 juta, sementara tanggungan menanggung pembayaran utang sebesar Rp93 juta berikut pajaknya.

Tanda tangan jual beli dilakukan dengan Heri Ariandi di hadapan notaris Rina Agustina di Bank Sumut Cabang Melati Medan, Yang Mulia. Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah kos itu atas nama istri saya, Herlina, jelasnya.

Majelis hakim yang diketuai As’ad Rahim Lubis dengan anggota Eliyurita dan Rurita Ningrum kemudian menanyakan isi perjanjian jual beli, yang tercantum senilai Rp1,8 miliar.

“Waktu itu saya tawarkan Rp1,2 miliar. Saya cuma disuruh datang dan tanda tangan, Yang Mulia. Tidak sempat membaca isi perjanjian jual beli,” ujar saksi Adriyus yang langsung mendapat izin tajam dari hakim ketua.

“Setelah tanda tangan, saudara langsung menerima transfer Rp700 juta dari terpencil Heri. Itu bukan jumlah kecil! Masak belum membaca dulu isinya, main teken saja?” cecar hakim, membuat Saksi mengingat beberapa saat.

Proses Litigasi Buntu

Saksi lainnya, Irwansyah Dongoran, dari Divisi Penyelamatan Aset Kantor Pusat Bank Sumut, menjelaskan sejak awal, proses permohonan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) yang disampaikan Heri Ariandi tidak sesuai prosedur.

“Seharusnya permohonan debitur tidak diproses, Yang Mulia. Dokumen analisis kredit tidak ditandatangani analis, hanya ditandatangani Pelaksana Pimpinan PT Bank Sumut KCP Melati Medan, yaitu penipuan Johanes Catur Surbakti. Tidak ada dokumen yang menjelaskan kemampuan debitur dalam mengembalikan cicilan kredit,” tegas Irwansyah.

Ia mengaku telah melakukan upaya litigasi untuk memulihkan keuangan bank, namun hasilnya tetap buntu. Saat proses permohonan KMK pada tahun 2013, agunan berupa rumah kos hanya ditaksir senilai Rp700 juta.

“Saat kami survei ke lokasi pada tahun 2024 atau sebelas tahun kemudian, kondisi rumah kos itu sudah memprihatinkan. Hancur, Yang Mulia,” ujarnya.

Nilai Kredit Capai Rp1,2 Miliar

Dalam konferensi empat pekan lalu, tim JPU menghadirkan Resti Abra, Pelaksana Wakil Pimpinan PT Bank Sumut KCP Melati Medan, dan Yulfandiniary Nasution, analis kredit, sebagai Saksi.

Menurut Yulfandiniary, terdakwa JCS seharusnya tidak menyetujui permohonan kredit Heri Ariandi. Berdasarkan hasil taksiran, nilai jual aset berupa rumah kos di Jalan Sisingamangaraja XII, Gang Keluarga, Kelurahan Kota Matsum III, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan, dengan SHM Nomor 1329, hanya sekitar Rp800 juta hingga Rp1,2 miliar.

Namun, penipu JCS tetap menyetujui permohonan fasilitas Kredit Perumahan Rakyat (KPR) debitur sebesar Rp1,8 miliar. Selain itu, tidak ada data pembanding yang menunjukkan kemampuan debitur, dalam mengembalikan kredit tersebut.

Akibatnya, fasilitas kredit tersebut berakhir macet dan menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.234.518.489. KMC/R