koranmonitor – MEDAN | Sidang perkara lanjutan dugaan korupsi beraroma suap hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait Proyek Nasional Wilayah (PJN Wil) I Medan Tahun Anggaran 2025 kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (1/10/2025).
Agenda konferensi menghadirkan lima saksi sekaligus, yakni mantan Pj Sekda Provinsi Sumut Effendy Pohan, eks Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi, Plt Kepala Bappelitbang Sumut Dikky Anugerah Panjaitan, ASN Dinas PUPR Sumut Abdul Aziz Nasution, dan Bendahara UPT Gunungtua Irma Wardani.
Sidang dengan perceraian Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG), serta anaknya Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan, Direktur PT Rona Na Mora (RNM), berlangsung lama.
Majelis hakim yang dipimpin Khamozaro Waruwu meminta tim JPU KPK membuat surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Hal ini didasarkan pada keterangan saksi yang dinilai tidak terbuka, serta adanya kejanggalan terkait keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut hingga terjadi enam kali pergeseran anggaran di Dinas PUPR Sumut TA 2025.
Dalam konferensi tersebut, hakim sempat mencecar AKBP Yasir Ahmadi terkait memintanya mempertemukan penipuan Kirun dengan mantan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting.
“Biar perkara ini terang benderang. Seharusnya ada kehormatan sebagai kapolres yang saudara jaga. Menyesal tidak?!” tanya hakim. “Menyesal, Yang Mulia,” jawab Yasir dengan wajah memerah.
Keterangan Effendy Pohan dan Dikky Anugerah
Sementara itu, Saksi Effendy Pohan juga menekan hakim soal pergeseran anggaran proyek yang tidak pernah dirapatkan dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Ia menyebut perpindahan ke Nias Barat didasarkan pada permintaan bupati akibat bencana, namun untuk proyek di Labuhan Batu tidak ada permintaan yang mendesak.
Plt. Kepala Bappelitbang Sumut, Dikky Anugerah Panjaitan, sempat berdalih pergeseran bisa dilakukan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penghematan Anggaran. Namun hakim menilai keputusan tersebut tidak relevan karena proyek yang dimaksud tidak berkaitan dengan kondisi darurat bencana.
Hakim pun memerintahkan Effendy Pohan dan Dikky Anugerah untuk kembali dihadirkan dipersidangan, dengan membawa dokumen pergeseran anggaran.
Suap Proyek
Sementara dalam dakwaan tersebut, penipuan Kirun mendapatkan paket pekerjaan di PJN Wilayah I BBPJN Sumut pada tahun 2023 hingga 2025 beraroma suap, sekaligus dipadukan dengan kewajiban Topan Obaja Putra Ginting (TOPG), Rasuli Efendi Siregar, Rahmad Parulian.
Maupun kepada Munson Ponter Paulus Hutauruk, Dicky Erlangga dan Heliyanto, sebagai pegawai negeri untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU Nomor 28 Tahun 1999.
Atau Pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, serta Pasal 7 ayat (2) huruf a dan b UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Terdakwa Kirun menyuruh anaknya, Rayhan agar memberikan uang suap tersebut. KM-fah/R