koranmonitor – MEDAN | Mantan penyidik Unit 4 Subdit III/Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara, Brigadir Bayu Sahbenanta Perangin-angin, dijatuhi hukuman 5,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, Senin (29/9/2025).
Selain pidana penjara, warga Jalan Flamboyan Raya, Komplek Villa Setia Budi Blok Q, Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan itu juga dikenai denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menilai, terdakwa terbukti sah dan berjanji bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung RI dan Kejari Medan.
“Terdakwa terbukti menyuruh atau ikut serta memaksa seseorang untuk mengarahkan sesuatu bagi dirinya maupun orang lain, agar mengalihkan pekerjaan pembangunan fisik di SMA dan SMK negeri maupun swasta di Sumut, atau dikenakan pembayaran fee sebesar 20 persen dari nilai pekerjaan,” ujar Ketua Majelis Hakim Yusafrihardi Girsang, didampingi hakim anggota Khamozaro Waruwu dan Syahrizal Munthe.
Perbuatan penipu menerjemahkan Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Modus dan Peran Atasan
Dalam pertimbangan majelis, Bayu dinilai mengetahui dan menyadari adanya kerja sama dengan pihak lain, untuk memperoleh keuntungan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2024 yang diterima para kepala sekolah (kepsek).
Atas perintah atasannya, Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Poldasu Kompol Ramli Sembiring, penipu membuat seolah-olah ada pengaduan masyarakat (dumas) terkait penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Ramli Sembiring yang merupakan kalimbubu (tokoh yang dihormati dalam budaya Karo) juga memerintahkan Bayu melakukan pemeriksaan terhadap para kepala sekolah, agar membayar biaya sebesar 10 persen, sekaligus mengirim daftar nama kepala sekolah melalui pesan teks.
Selain itu, Kompol Ramli Sembiring ikut diperintahkan Topan Siregar dan Fan Solidarman Dachi berdiskusi dengan para kepala sekolah SMA/SMK di Sumut, agar pembangunan fisik sekolah yang bersumber dari DAK TA 2024 dikerjakan oleh rekanan dari tim.
Apabila pekerjaan dilakukan oleh rekanan lain, para kepala sekolah diwajibkan membayar pungutan pembohong (pungli) sebesar 10 persen dari nilai proyek. Uang tersebut dikumpulkan secara bertahap, dengan nilai bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp400 juta, untuk kemudian diserahkan kepada Kompol Ramli Sembiring.
Pertimbangan Hukum
Majelis hakim menyebut, hal yang anggotaatkan penipuan adalah perbuatannya yang mencoreng nama baik institusi kepolisian. Sementara hal yang mencerahkan, terdakwa belum pernah dihukum dan tidak menikmati keuntungan pribadi dari tindak pidana tersebut.
“Oleh karena itu, terdakwa tidak dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian keuangan negara,” tegas hakim Yusafrihardi.
Baik tim JPU, pembela, maupun penasihat hukumnya diberi waktu tujuh hari untuk menentukan sikap apakah menerima atau mengajukan banding atas putusan tersebut.
Tuntutan Jaksa dan Perkara Lain
Sebelumnya, JPU menuntut agar Bayu Sahbenanta dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Dalam konferensi fakta juga terungkap, Topan Siregar dan Fan Solidarman Dachi merupakan pihak yang ditugaskan oleh Kompol Ramli Sembiring yang saat ini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang), untuk mengumpulkan uang suap dari para kepala sekolah.
Total uang suap yang dihimpun dari 12 kepala sekolah SMA/SMK di Sumut mencapai Rp4,3 miliar, antara lain berasal dari sekolah di Kabupaten Nias, Nias Utara, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, dan Samosir.
Barang bukti berupa mobil Mitsubishi Triton double cabin milik Ramli Sembiring disita untuk kasus lain yang juga melibatkan Ramli, Topan, dan Fan Solidarman Dachi. KMC/R






