Di Medan, Raja ‘Mabuk’ Tuak Dihukum 12 Tahun Penjara Kasus Pembunuhan

oleh

MEDAN | Majelis hakim diketuai Irwan Effendi menghukum terdakwa Ferdinan Sihombing alias Landong (29), selama 12 tahun penjara.

Raja Tuak ini dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan terhadap kekasihnya, Helda Sinaga alias Mak Krista karena cemburu buta.

“Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Ferdinan Sihombing alias Landong selama 12 tahun,” tandas hakim Irwan Effendi di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (2/10/2019) sore.

Majelis hakim menegaskan, perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 338 ayat (1) KUHPidana Tentang Pembunuhan.
“Perbuatan terdakwa terbukti menghilangkan nyawa seseorang,” ujar hakim Irwan Effendi.

Dalam amar putusannya, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa membuat seseorang meninggal dunia. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa mengakui, menyesali dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

“Terdakwa punya hak untuk menyampaikan sikap pikir-pikir, banding atau terima,” ucap hakim seraya mengetuk palu. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septebrina Silaban selama 15 tahun penjara.

Warga Jalan Karya Pasar V, Kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia ini menceritakan, peristiwa pembunuhan itu berawal pada Selasa 26 Maret 2019 sekira jam 23.00 wib. Saat itu, terdakwa mendatangi korban yang bekerja di Cafe Lapo Tuak Century Jalan Ngumban Surbakti, Sempakata, Kecamatan Medan Selayang.

“Saya melihat dia (Helda) duduk dengan pengunjung. Timbul rasa cemburu saya. Kemudian dia permisi kepada temannya untuk pulang,” ucap Ferdinan.

Kemudian, pada Rabu 27 Maret 2019 sekira jam 01.00 wib, Ferdinan mendatangi korban yang berada di tempat kerjanya.

Dia langsung menjambak rambut korban sambil berjalan menuju tempat kos-kosan yang jaraknya sekitar 300 meter dari kafe tersebut. “Mungkin karena marah saya jambak itu. Di kos, dia (Helda) mengusir saya. Lalu saya bilang padanya, yaudah kembalikan uangku Rp 650 ribu yang untuk bayar kos bulan terakhir,” cetus Ferdinan.

Karena korban tak mau mengembalikan uang itu, Ferdinan lalu mencekik leher korban dan membantingnya sehingga terjatuh dan kepala terbentur ke lantai.

“Dia (Helda) semakin marah dan berkata: ‘Pergi lah kau sekarang, bawa baju-bajumu semua, gak ada lagi artinya kita sama’,” ujar Ferdinan mengulang perkataan korban saat itu.

Ferdinan yang emosi mendengar ucapan itu, kembali mencekik leher korban selama 15 menit. Hingga Helda tidak berdaya, baru Ferdinan melepas cekikannya dan melihat lidah korban sudah keluar.

“Saya selanjutnya membantingkan kepalanya ke lantai sebanyak dua kali. Terus saya lihat mengeluarkan darah. Saya kabur ke kampung halaman di Humbang Hasundutan (Humbahas),” pungkas Ferdinan.

Sebelum ditangkap polisi, Ferdinan sempat menelpon teman kerja korban di kafe. “Saya mau memastikan dia masuk kerja apa tidak. Saya berharap dia masuk kerja, berarti waktu saya tinggalkan itu masih hidup. Temannya mengatakan tidak masuk kerja. Hingga akhirnya, saya pun ditangkap polisi dari Polda Sumut,” terang terdakwa.

Ferdinan yang hobi mabuk tuak selalu diberikan perhatian lebih. “Saya kerap diberikan minuman keras gratis. Seperti kamput, kadang bir atau tuak. Saya memang sering minum tuak. Saya hobi minum tuak,” ucap Ferdinan.KM-red