Kajati Sumut Idianto SH pimpin ekspose penghentian penuntutan perkara pencurian dan penganiayaan
koranmonitor – MEDAN | Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto SH MH, kembali mengusulkan atau ekspose 2 perkara untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan humanis berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020, tentang Penghentian Perkara dengan Pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice.
Kajati Sumut didampingi Wakajati Sumut Drs.Joko Purwanto, SH, Aspidum Luhur Istighfar, SH, MH, dan para Kasi lainnya pada Aspidum dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Selasa (12/9/2023)
Ekspose perkara disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana dan Kasubdit pada JAM Pidum dan pejabat lainnya. Ekspose perkara ini juga diikuti Kajari Asahan Dedying Wibiyanto Atabay, SH,MH dan Kajari Dairi Okto Rikardo SH,MH serta Kasi Pidum dan JPU kedua perkara.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan, hingga September 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 94 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ). Termasuk 2 perkara yang disetujui Jampidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah, dari Kejaksaan Negeri Asahan dan Kejaksaan Negeri Dairi.
Perkara dari Kejari Dairi atas nama tersangka Lidya Tarihoran melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana dan perkara dari Kejari Asahan dengan tersangka atas nama Suparmin melanggar Pasal 111 UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “melakukan perbuatan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari hasil penjarahan atau pencurian atau Pasal 107 Huruf d UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “memanen/memungut hasil perkebunan secara tidak sah”.
Menurut Yos A Tarigan 2 perkara ini disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020, tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, artinya di antar tersangka dan korban dalam hal ini pihak perkebunan tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan, guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, yaitu mengedepankan tindakan humanis kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya, pelaku juga menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” kata Yos A Tarigan.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan, proses penghentian penuntutan 2 perkara ini sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penuntut umum.
“Antara tersangka dan korban sudah bersepakat berdamai dan membuka ruang yang sah menciptakan harmoni di tengah masyarakat, tidak ada dendam di kemudian hari,” tandasnya.KM-fah/red
koranmonitor - JAKARTA | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang Rp2,8 miliar, senjata api (senpi)…
koranmonitor - JAKARTA | Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution mengambil terobosan baru, dengan menghapuskan biaya…
koranmonitor - MEDAN | Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Surya mengingatkan seluruh jajaran Badan Pendapatan…
koranmonitor - MEDAN | Rumah mewah milik mantan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Sumut, Topan Obaja…
koranmonitor - SAMOSIR | Kebakaran hebat melanda kawasan hutan di sekitar Menara Pandang Tele, Desa…
koranmonitor - MEDAN | Insiden tragis terjadi di Desa Hilifadolo, Kecamatan Moro’o, Kabupaten Nias Barat,…