Pendemo Desak Kejagung Ambil Alih Kasus Rapidin Simbolon dari Kejati Sumut

oleh
Pendemo Desak Kejagung Ambil Alih Kasus Rapidin Simbolon dari Kejati Sumut
Mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon (atas), dan Massa GMS gelar demo di Kantor Kejagung RI, Jakarta (bawah). Ist

koranmonitor – JAKARTA | Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kedatangan massa dari Gerakan Muda Samosir (GMS). Kedatangan mereka menuntut dan mendesak Kejagung RI, untuk menindaklanjuti laporan dugaan korupsi dana penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Samosir, yang diduga melibatkan Rapidin Simbolon.

Dalam tuntutannya, massa GMS di kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (5/9/2023) menyatakan, Rapidin Simbolon adalah Bupati Samosir yang diduga terlibat menikmati dana penanggulan Covid-19.

“Kami meminta Kejagung untuk segera menindaklanjuti melakukan penyidikan kepada Rapidin Simbolon. Sebab Peradilan dalam fakta persidangan dan ditegaskan dalam putusan kasasi MA menyebutkan, Rapidin ikut menikmati Dana Covid-19 tersebut,” kata Angga selalu koordinator aksi Gerakan Muda Samosir.

Dugaan keterlibatan Rapidin sebelumnya sudah dilaporkan ke Kejati Sumut oleh mantan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Samosir, Jabiat Sagala. Namun hingga saat ini Kejati Sumut disebut belum juga memproses aduan tersebut.

Untuk itu, Kejagung diminta segera mengambil alih laporan tersebut karena lambannya respon Kejati Sumut.

Angga juga menegaskan, bahwa dalam persidangan kasus penyalahgunaan dana belanja tak terduga, dalam hal ini penanggulangan bencana non-alam tahun 2020 di Samosir, terungkap kerugian negara sebesar Rp944 juta.

“Kami menilai bahwa Rapidin Simbolon harus bertanggung jawab terkait dana pembangunan Covid-19,” tegas Angga.

Selain berharap kepada Kejagung, GMS juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi proses penyidikan, serta berinisiatif mendorong Kejagung untuk segera memerintahkan Kejati Sumut dan Kejari Samosir, memulai menyidik sesuai dengan fakta persidangan yang ada.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) RI telah menjatuhkan vonis kepada mantan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Samosir Jabiat Sagala dengan hukuman 1 tahun penjara dalam kasus korupsi dana penanggulangan Covid-19 di Samosir, Sumatera Utara.

Berdasarkan vonis hakim MA dalam perkara tindak pidana korupsi di tingkat kasasi, mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon disebut turut menikmati dana penanggulangan Covid-19 yang dikorupsi Sekdakab Samosir (Jabiat Sagala) tersebut.

“Bahwa Jabiat Sagala menjabat sebagai Ketua Pelaksana Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Samosir hanya selama 14 hari sejak tanggal 17 Maret 2020 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 89 Tahun 2020 tanggal 17 Maret 2020. Kemudian sejak tanggal 31 Maret 2020 digantikan oleh Rapidin Simbolon selaku Bupati Samosir berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 117 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020,” kata Ketua Majelis Hakim Eddy Armi dalam putusan MA nomor 439 K/Pid.Sus/2023.

“Maka dengan demikian pengelolaan Dana Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Non Alam Penanganan Covid 2019 terbukti justru dimanfaatkan, dan dinikmati untuk kepentingan pribadi Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati,” tulis putusan MA tersebut, seperti dikutip.

Diketahui, di Pengadilan Tipikor Medan Jabiat divonis hakim 1 tahun penjara, padahal tuntutan jaksa tujuh tahun penjara. Atas vonis itu jaksa melakukan banding dan vonis di tingkat banding naik menjadi dua tahun. Sedangkan di tingkat kasasi vonis berkurang menjadi satu tahun tiga bulan.

Membantah
Sementara itu dan sebelumnya, Rapidin Simbolon membantah telah ikut menikmati anggaran Covid-19 di kasus yang menjerat Jabiat Sagala eks Sekdakab Samosir. Rapidin bahkan menyebut penilaian hakim Mahkamah Agung itu fiksi.

Pengacara Rapidin, BMS Situmorang, mengatakan pertimbangan majelis hakim dalam putusan MA Nomor: 493 K/Pid.Sus/2023 tanggal 29 Maret 2023 pada halaman 61 huruf a adalah cerita fiksi majelis hakim MA dan bukan fakta yang terungkap dalam persidangan.

“Perlu kami jelaskan bahwa pertimbangan majelis hakim tersebut adalah cerita fiksi majelis hakim MA dan bukan fakta yang terungkap dalam persidangan, serta tidak terkait dengan kedudukan MA sebagai judex jurist atau hakim yang memeriksa penerapan hukum, apakah ada kekeliruan dalam penerapan hukum di pengadilan judex factie,” katanya.

Bahkan, BMS menyebutkan pertimbangan majelis hakim MA tersebut sebagai langkah justifikasi untuk memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Medan.

“Bahwa pertimbangan fiksi demikian terpaksa dibangun oleh majelis hakim guna menjustifikasi niat dan kepentingannya, yang dengan alasan memperbaiki Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Medan Nomor Nomor: 35/Pid.SusTPK/2022/PT MDN tanggal 17 Oktober 2022 dengan vonis pidana 2 tahun penjara menjadi pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan,” terangnya, dikutip dari detikSumut.