Sidang Korupsi Bangun Kantor Bappeda Tapteng, Berbelit-belit, Dirut PT CN4 Kali Dipanggil ke Meja Hakim

oleh -53 views

MEDAN | Martina Butarbutar, memberikan keterangan berbelit-belit-belit saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi senilai Rp3,7 miliar, terkait pembangunan Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tapteng, Senin (17/12/2018) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan.

Alhasil ya, Martina Butar-butar yang merupakan Direktur Utama (Dirut) PT Cipta Nusantara (CN) itupun dipanggil sekita 4 kali ke meja majelis hakim.

Di awal hingga pertengahan persidangan, Martina yang menjadi saksi atas nama terdakwa Nudi Hadisubroto, selaku Direktur PT CN mengaku, tidak tahu banyak seputar pengerjaan proyek pembangunan Kantor Bappeda Tapteng TA 2015 tersebut.

Ia mengaku, jabatan Dirut melekat pada diri saksi hanya formalitas karena ‘owner’ perusahaan sesungguhnya adalah adiknya yakni Sorta Elisabet Butarbutar dan suami adiknya J Hutagalung.

Ketua majelis hakim adhoc tipikor  Abdul Azis SH dan dua anggota Denny Iskandar SH dan Nazar Efriandi SH, perlahan namun pasti mengungkapkan nada kurang menyedapkan. Ada sesuatu yang disembunyikan saksi padahal telah diambil sumpah sebelum memberikan keterangan di persidangan.

Untuk pertama kali saksi paruh baya itu dipanggil Denny Iskandar selaku anggota majelis hakim, terkait dengan keterangan yang diberikan poin ke 7 saat diperiksa di Kejari Tapteng. Ketika saksi memberikan keterangan di hadapan tim JPU dari Kejari Tapteng dimotori Riachad Sihombing SH.

“Mana yang benar keterangan saudara di BAP kejaksaan atau di persidangan? Di BAP kata saudara kenal dengan terdakwa Budi Hadibroto. Tapi di persidangan tidak kenal. Di poin 12 dan 13 saudara bilang tadi tidak tahu menahu soal PT Cipya Nusantara pernah dipinjamkan untuk mengikuti tender di tahun 2015. Sedangkan di BAP yang saudara tandatangani. Mana yang benar,” kata Denny dengan nada tinggi.

Orang pertama di PT Cipta Nusantara tersebut, hanya bisa terdiam beberapa saat dan kemudian mengatakan, tidak tahu menahu sekalipun jabatannya Dirut. Sedangkan gaji yang diterimanya tiap bulan Rp1,5 juta. Artinya jabatan yang diemban saksi hanya formalitas. Sedangkan roda perusahaan sepenuhnya berada di tangan adik dan suami adiknya.

Kedua kalinya saksi dipanggil je majelis hakim guna dikonfrontir dengan keterangan yang pernah diberikan saksi Sri selaku Ketua Panitia Lelang, seputar adanya surat kuasa yang diberikannya kepada salah seorang staf PT Cipta Nusantara atas nama M Hasyim dan Rianto untuk pembuktian (dokumen) kualifikasi pekerjaan kantor Bappeda Tapteng.

Ketiga dan keempat kalinya dipanggil ke meja hakim, saksi Martina mulai melunak ketika dikonfrontir dengan saksi lainnya yakni Notaris Binsar Simanjuntak SH. Menurut Binsar, Akte Nomor 211 tentang adanya perubahan struktur kepemimpinan yakni ditambahkannya nama terdakwa Budi Hadibroto sebagai salah satu unsur Direktur PT NC ditandatangani langsung oleh Sorta Elisabet Butarbutar. 

Demikian dengan Akte Nomor 212 (diperbuat pada hari yang sama, red), saksi ada membubuhkan tanda tangan, setelah isi akte dimaksud dibacakan saksi notaris Binsar. Hanya saja memang Sirta yang lebih dulu datang ke kantor saksi menyusul Martina dan Budi Hadibroto.

Suasana sidang kembali menghangat ketika Japansen Sinaga SH (kuasa hukum dua terdakwa lainnya yakni Ir Harmi Parasian Marpaung MEng selaku Kadis nonaktif PUPR Tapteng dan Bistok Maruli Tua Simbolon selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

“Itu bukan kapasitas saudara menyatakan pantas tidaknya saksi dihadapkan di persidangan. Silakan saudara penasihat hukum nanti menuangkan dalam nota pledoi ((pembelaan,red) pada persidangan sebelumnya,” tegas Abdul Azis.

Di bagian lain Abdul Azis memerintahkan afar JPU Riachad SH mengahadirkan J Hutagalung, sesuai keterangan Martina, yakni orang paling memahami roda PT NC.

Para terdakwa dijerat pidana pasal 9 Jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Dan,Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,7 miliar karena pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan proyek.KM-Apri