INTERNASIONAL

Tito Karnavian: Pertarungan Dunia Kini Didorong oleh Kekuatan Ekonomi, Bukan Militer

koranmonitor – JAKARTA | Menteri Dalam Negeri sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Sriwijaya (Unsri), Muhammad Tito Karnavian, menegaskan bahwa kekuatan global saat ini tidak lagi ditentukan oleh militer semata, melainkan oleh kekuatan ekonomi, budaya, dan pengetahuan.

“Saya berada dalam posisi paradigma konstruktivisme. Artinya, banyak hal kini diselesaikan bukan dengan kekuatan militer, tetapi melalui ekonomi, perdagangan, sosial, dan budaya. Pertarungan yang paling menentukan saat ini adalah pertarungan ekonomi,” ujar Tito dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (8/11/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan Tito dalam orasi ilmiah bertajuk ‘Peran Perguruan Tinggi dalam Mendukung Indonesia Emas 2045’ pada Dies Natalis ke-65 Universitas Sriwijaya (Unsri) di Palembang, Sumatera Selatan.

Menurutnya, dalam tatanan dunia baru, pertarungan ekonomi menjadi penentu utama siapa yang akan menjadi kekuatan dominan. Negara yang mampu memproduksi barang dan jasa secara masif, membanjiri pasar dunia, serta menguasai rantai pasok global akan mengendalikan ekonomi dunia.

Mengutip pemikiran Prof. Sait Yilmaz dalam buku State, Power, and Hegemony, Tito menjelaskan bahwa kapasitas produksi masif suatu negara ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu:

1. Angkatan kerja besar sebagai mesin produksi.

2. Sumber daya alam melimpah untuk menopang bahan baku produksi.

3. Bentangan wilayah luas untuk penyimpanan dan distribusi hasil produksi.

4. Letak geografis strategis yang menjadi titik penting dalam perdagangan internasional.

 

“Saya menambahkan faktor keempat, yaitu letak geografis strategis. Indonesia berada di jalur vital dunia. Jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik, posisi ini dapat memengaruhi ekonomi negara lain,” tegas Tito.

Dengan empat modal besar itu, Tito menilai hanya beberapa negara yang memenuhi syarat menjadi kekuatan dominan dunia, yakni China, India, Amerika Serikat, Rusia, dan Indonesia.

Tito optimistis Indonesia berpeluang besar menjadi kekuatan ekonomi dunia keempat pada tahun 2045, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Namun, ia menekankan bahwa keunggulan sumber daya alam (SDA) saja tidak cukup.

“Negara itu maju bukan karena SDA, tetapi karena kualitas sumber daya manusianya. Bonus demografi Indonesia sebesar 68,95 persen harus diarahkan melalui pendidikan agar menjadi kekuatan produktif,” ujarnya.

Ia mencontohkan Singapura di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew, yang berhasil menjadi negara maju tanpa SDA melimpah dengan mengandalkan pendidikan unggul dan beasiswa bagi generasi terbaiknya.

Menurut Tito, kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini sudah sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, melalui program pendidikan dan kesehatan rakyat seperti Sekolah Rakyat, Sekolah Garuda, dan beasiswa kedokteran.

Untuk itu, Tito mengajak perguruan tinggi agar tidak hanya menjadi menara gading, tetapi menjadi penggerak inovasi dan transformasi nasional. Perguruan tinggi harus berani berinvestasi pada riset, teknologi, dan pengembangan SDM agar mampu menghadapi tatanan dunia baru berbasis pengetahuan dan ekonomi digital.

“Perguruan tinggi harus bertransformasi. Dunia berubah cepat, dan kita tidak boleh hanya menjadi penonton. Kita harus jadi pemain utama dalam tatanan global baru,” pungkasnya.

Sementara itu, Dosen Hukum Internasional Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Triyana Yohanes, menilai pandangan Tito sangat relevan dengan kondisi global saat ini.

“Pandangan Tito menghadirkan narasi strategis berbasis paradigma konstruktivisme yang sejalan dengan tantangan politik internasional modern. Ini bisa menjadi pijakan kebijakan luar negeri Indonesia,” kata Triyana.

Menurutnya, Tito telah menghadirkan kerangka konstruktivisme modern yang berpijak pada data, riset, dan pengalaman empiris. Ia menilai orasi tersebut dapat menjadi landasan konseptual bagi Indonesia untuk memperkuat posisi di kancah internasional melalui penguatan SDM, penguasaan teknologi, serta tata kelola pemerintahan yang bersih dan pro-rakyat.

“Saya melihat Tito mendorong Indonesia membangun hegemoni berbasis pengetahuan dan produktivitas ekonomi. Ini jauh lebih berkelanjutan daripada sekadar kekuatan militer,” tambahnya.

Triyana juga mengaitkan gagasan Tito dengan pandangan ekonom Ray Dalio dalam buku How Countries Go Broke, yang menekankan pentingnya memperkuat SDM, teknologi, dan pemerintahan bersih agar negara mampu bertahan di tengah siklus utang global.

“Orasi Tito mengandung pesan moral bahwa pemerintahan yang visioner dan bebas korupsi adalah prasyarat bagi Indonesia menjadi kekuatan dominan pada 2045. Tanpa tata kelola bersih, potensi besar itu akan sulit diwujudkan,” tutup Triyana. KMC/R

koranmonitor

Recent Posts

Rico Waas: Pemko Medan Akan Revitalisasi Seluruh Puskesmas

koranmonitor - MEDAN | Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas menegaskan, Pemko Medan akan merevitalisasi…

56 tahun ago

Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Meninggal Dunia karena Terinfeksi Virus

koranmonitor - TANGERANG | Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar wafat atau meninggal…

56 tahun ago

Rico Waas Komitmen Atasi Genangan Air di Kota Medan, Metode Sumur Laluan Jadi Pembahasan

koranmonitor - MEDAN | Dalam upaya mengurangi genangan air di wilayah Kota Medan, Pemko Medan melalui…

56 tahun ago

Pemprov Sumut Teken Kerja Sama dengan Kementerian PPPA, Perkuat Perlindungan Perempuan dan Anak

koranmonitor - MEDAN | Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) menandatangani kesepakatan bersama dengan Kementerian…

56 tahun ago

Gubernur Bobby Nasution Dinilai Peduli dan Solutif terhadap Nasib Buruh

koranmonitor - MEDAN | Sikap tanggap Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution, yang membahas…

56 tahun ago

Aset Negara Berubah Jadi Citraland, Kejati Sumut Tahan Eks Dirut PTPN II Irwan Peranginangin

koranmonitor - MEDAN | Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara menahan tersangka Irwan Peranginangin, mantan…

56 tahun ago