JAKARTA | Mantan komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta, karena tidak terima dengan keputusan pemberhentian dirinya sebagai seorang Pimpinan KPU RI.
Evi turut didampingi tujuh orang kuasa hukumnya yang menamakan diri sebagai ‘Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu’.
“Saya mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT,” kata Evi Novida Ginting Manik di Jakarta, Sabtu (18/4/2020).
Evi meminta PTUN untuk mengabulkan gugatannya dengan membatalkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020, yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022.
Dengan putusan PTUN tersebut, Presiden RI Joko Widodo bisa mencabut keputusan pemberhentian dirinya, yang diterbitkan pada 23 Maret 2020 lalu.
Putusan itu nantinya menurut Evi bisa merehabilitasi nama baik, dan memulihkan kedudukannya sebagai Anggota KPU masa jabatan 2017-2022 seperti semula.
Evi menilai, Keppres tersebut diterbitkan merujuk dari keputusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu DKPP 317/2019, sedangkan putusan tersebut dinilai cacat hukum.
“Pada Putusan DKPP 317/2019 mengandung ‘kekurangan yuridis essential yang sempurna’ dan’bertabur cacat yuridis’ yang tidak bisa ditoleransi dari segi apapun,” kata dia.
Sebelumnya Evi menjelaskan setidaknya ada tiga kecacatan hukum dari keputusan DKPP tersebut. Poin pertama karena DKPP tetap melanjutkan persidangan, dan mengambil keputusan atas aduan dugaan pelanggaran kode etik, padahal pengadu sudah mencabut aduannya.
Tindakan DKPP tersebut bertentangan dengan Pasal 155 ayat 2 Undang-undang No 7 Tahun 2017, tentang pemilu yang mengatur DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan laporan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
Poin selanjutnya, DKPP belum mendengar pembelaan dari Evi Novida selaku teradu, sebelum mengambil keputusan berupa sanksi pemberhentian secara tetap.
Hal itu lanjut dia bertentangan dengan Pasal 38 ayat 2 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pemberhentian. Dalam pasal tersebut tertulis Anggota KPU harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.
“Ketiga, dalam memutuskan, DKPP tidak melaksanakan pasal 36 ayat 2 peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2019 yang mewajibkan rapat pleno pengambilan putusan dihadiri oleh 5 orang anggota, kenyataannya pleno hanya dihadiri oleh 4 orang anggota DKPP,” pungkasnya.KM-Zai Nst
koranmonitor - MEDAN | Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menemui langsung perwakilan buruh…
koranmonitor - MEDAN | Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Surya melantik dua direktur Badan Usaha…
koranmonitor - BALI | Insiden intimidasi terhadap sejumlah wartawan oleh oknum yang diduga anggota Polda…
koranmonitor - JAKARTA | Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim,…
koranmonitor - JAKARTA | Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan…
koranmonitor - MEDAN | Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Medan meringkus seorang pria berinisial JH (44), warga…