koranmonitor – MEDAN | Seorang dosen Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) bernama Niko Surya Atmaja, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan penggajian yang diterapkan oleh pihak universitas.
Dalam pengakuannya, Niko merasa dirugikan dengan pemangkasan gaji pokok dosen tetap dan beban kerja yang tidak seimbang dengan penghasilan yang diterima.
Niko memulai karirnya di UNPAB pada April 2021 dan mengalami kenaikan gaji setelah masa orientasi. Namun, pada awal tahun 2023, kebijakan penggajian berubah secara drastis. Penerapan Key Performance Indicator (KPI) yang dinilai tidak relevan, dengan tugas pokok dosen menjadi alasan utama pemangkasan gaji.
“KPI yang diterapkan sangat memberatkan dan tidak realistis,” ujar Niko.
“Kami dituntut untuk mencapai target-target yang sulit dicapai, seperti membawa mahasiswa 2 orang setiap tahun dan melakukan pengabdian di luar negeri, padahal biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut tidak sebanding dengan imbalan yang kami terima,” sambungnya.
Selain masalah gaji, Niko juga menyoroti ketidaksesuaian antara beban mengajar dengan jumlah SKS yang diberikan. Padahal, jumlah SKS yang cukup adalah salah satu syarat untuk mendapatkan sertifikasi dosen.
“Kami merasa dihambat untuk mengembangkan karir dan mendapatkan penghasilan tambahan,” ungkapnya.
Tuntutan Keadilan
Niko berharap pemerintah dapat turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ia berpendapat bahwa kebijakan penggajian yang diterapkan oleh UNPAB bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 44 Tahun 2024 yang mengatur tentang profesi, karier, dan penghasilan dosen.
“Kami hanya menuntut keadilan dan penghasilan yang layak sesuai dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK),” tegas Niko.
“Sebagai seorang dosen, kami ingin berkontribusi dalam dunia pendidikan, namun kami juga perlu memikirkan masa depan dan keluarga kami,” terangnya. KMC