RDP Konflik Ratu Entok dengan Perawat, DPRD: Sudah Dilapor, Selesaikan di Poldasu

oleh
Rapat RDP Komisi II DPRD Medan dengan Ratu Entok

MEDAN-koranmonitor | Anggota Komisi II Wong Chun Sen menegaskan, persoalan Ratu Entok dengan perawat sebaiknya diselesaikan di Polda Sumut. Pasalnya, persoalan tersebut telah dilaporkan.

“Perdamaiannya ke Polda saja. Karena kalau kami ada jenjangnya dan tidak bisa langsung ke Polda. Kami tidak bisa intervensi Polda. Klarifikasi disana. Tapi kalau belum masuk ke Polda, disini kita selesaikan secara musyawarah,” tegasnya saat rapat RDP Komisi II DPRD Medan dengan Ratu Entok yang juga disebut memiliki nama asli Irfan Satria Putra, Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) , Jefri Banjarnahor dan seluruh perawat mewakili dari masing-masing rumah sakit di Medan, di Ruang Banggar DPRD Medan, Senin (3/5/2021).

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan Sudari usai memimpin RDP kepada wartawan mengatakan sebaiknya persoalan itu dimusyawarahkan.

“Kok bisa musyawarah mufakat, hatinya harus tabayun dan sama-sama merenungkan,” katanya.

Sudari menilai, apa yang disampaikan Ratu Entok motivasinya baik, hanya saja cara penyampaian. “Apa tujuannya, tapi bisa ditanya langsung  kalau bisa untuk menyampaikan itu jangan sampai ada yang menyinggung perasaan daripada kawan-kawan yang bekerja profesi perawat ini,” sebutnya.

Bahkan terungkap keprihatinan bahwa melihat perawat yang memang kadang gajinya juga tidak begitu diperhatikan pihak rumah sakit, padahal sekolahnya mahal.

“Gajinya kita lihat ada juga yang satu juta setengah. Dengan kejadian ini bisa membuka hati kita semua supaya diperhatikan dari segi penghasilan dari pada perawat yang ada di kota Medan khususnya. Untuk berdamai kalau sudah terlanjur ada laporan ke polisi harapan kita supaya agar dicabut oleh melakukan perdamaian secara kekeluargaan,” harapnya.

Baru Mengetahui

Komisi II sendiri baru mengetahui kalau Ratu Entok alias Irfan Satria Putra yang hadir dengan pengacaranya pada rapat itu telah dilaporkan ke Polda Sumut.

“Saya kan sudah dilaporkan ke Polda oleh PPNI, jadi izinkan pengacara saya berbicara untuk meluruskan kejadian yang ada,” kata Ratu Entok saat dipersilakan untuk memberikan klarifikasi terhadap kasus.

Menanggapi hal ini, Sudari mengatakan RDP seharusnya tidak perlu dilakukan.

“Kalau sudah dilaporkan, seharusnya kami tidak ada wewenang lagi memanggil kedua belah pihak. Karena DPRD ini bukan lembaga hukum. Bisa diselesaikan saja di Polda,” ujar Sudari.

Sudari mengatakan, jika RDP dilanjutkan, maka DPRD Medan sudah melanggar hukum. Berbeda halnya jika laporan dicabut.

“Kalau misalnya laporan itu dicabut oleh DPP PPNI bisa kita lanjutkan, tapi kalau tidak, ya silakan dilanjutkan di ranah hukum,” kata Sudari.

Sedangkan , Jeffri Banjarnahor mengatakan pihaknya tidak mengetahui bahwa persoalan tersebut sudah dilaporkan pihak DPP PPNI.

Cek-cok dengan Dewan

Sesaat sebelum Ratu Entok buka suara mengenai laporan yang dimasukkan PPNI ke Polda Sumut, sempat terjadi cek-cok antara pengacara Ratu Entok dan anggota Dewan.

Di mana, anggota DPRD Medan melarang pengacara untuk berbicara karena RDP merupakan wadah untuk Ratu Entok langsung yang berbicara.

“Bapak tidak ada hak berbicara di sini, karena kami tidak mengundang pengacara. Kami hanya mengundang Ratu Entok dan PPNI, bukan pengacara. Ini bukan pengadilan, ini mediasi, dengar pendapat, musyawarah,” ujar Anggota Komisi II DPRD Medan, Haris Kelana Damanik.

Pun demikian, Ratu Entok mengaku kalau ada oknum yang membesarkan persoalan yang sedang dihadapinya. Dia juga bersedia minta maaf dan mengklarifikasi.

“Ini suara rakyat. Jangan saya disudutkan,” katanya.

Diketahui, Ratu Entok dilaporkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Sumatera Utara (PPNI Sumut) ke Polda Sumut.

Postingan Ratu Entok di media sosial dianggap telah menghina profesi perawat karena menyamakan perawat dengan tong sampah.KM-vh