Anggota DPRD Sumut HM Subandi ST didampingi Kabid III Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas Badan Kesbangpol Sumut H Zulham Efendi Siregar ST MH, menyerahkan bahan materi kepada peserta pada Sosialisasi Bahaya Narkoba di Grand Mercure Hotel Medan, Sabtu (18/12/2021).
MEDAN-koranmonitor | Angka prevalensi 1,7 juta jiwa terpapar penyalahgunaan narkoba, menjadikan Sumut peringkat pertama se-Indonesia, merupakan hal yang sangat memprihatinkan.
“Ini tidak main-main dan sangat memprihatikan. Dari angka 1,7 juta jiwa terpapar, kalau kita kumpulkan 140 orang, berarti sudah ada 17 orang pemakai atau pengedar, inilah kondisi Sumut saat ini sangat kritis,” kata Anggota DPRD Sumut HM Subandi ST, pada Sosialisasi Bahaya Narkoba yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provsu di Grand Mercure Hotel Medan, Sabtu (18/12/2021).
Sosialisasi ini menghadirkan pembicara dari BNN Sumut yang diwakili oleh Dr Lania Lubis, Anggota DPRD Sumut HM Subandi ST, Kabag Ops Ditnarkoba Polda AKBP Hendri Rickson Sibarani SE, dan Direktur Pusat Informasi Masyarakat Anti Narkoba Sumatera Utara, Zulkarnaen Nasution.
Hadir juga Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provsu Safruddin SH MHum diwakili Kepala Bidang III Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas Badan Kesbangpol Sumut H Zulham Efendi Siregar ST MH, Kasubbid Ketahanan Ekonomi dan Sosial Budaya Kesbangpol Provsu Erika Veronika Laoli SSos MM, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) para penggiat Antinarkoba, pelestari budaya dan wartawan.
Namun, katanya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sangat serius menyikapi kondisi tersebut dengan melakukan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
“Pemprov gencar melakukan sosialisasi. Tapi ada juga Kabupaten/kota yang masih ‘cuek bebek’, padahal kondisi kita sangat memprihatikan,” ujarnya.
DPRD Sumut sendiri, lanjutnya, senantiasa berperan mengkampanyekan bahaya narkoba melalui kegiatan sosialisasi Perda berupaya Peraturan Gubernur No.19 tahun 2021 , petunjuk pelaksanaan Perda Pemprovsu No I tahun 2019 tentang Fasilitas pencegahan penyalahguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Untuk itu, lanjutnya, di dalam Pergub tersebut diharapkan semua pihak bersama-sama mengkampanyekan bahaya narkoba. Para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga diwajibkan selama 6 bulan sekali sosialisasi bahaya narkoba. Demikian juga dengan lembaga sekolah.
“Kalau Provinsi, tingkat SLTA. Jadi pihak sekolah harus 6 bulan sekali sosialisasi bahaya narkoba. Jika perlu, masuk ke SMA/SMK, wajib tes narkoba. Dan kita berharap juga daerah melakukan demikian untuk tingkat SMP,” katanya.
Demikian pula di hotel, katanya, jika nanti ada penghuninya terlibat akan diberikan sanksi. “Mari sama-sama kita memerangi narkoba agar angka prevalensi ini turun. Karena narkoba semua bisa kena, dan terakhir sopir angkot yang dites urine banyak yang positif,” tegasnya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provsu Safruddin SH MHum diwakili Kepala Bidang III Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas Badan Kesbangpol Sumut H Zulham Efendi Siregar ST MH, dalam sambutannya menyebutkan, permasalahan narkotika belum dapat diselesaikan sehingga mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apalagi untuk masyarakat Sumut yang merupakan pengguna narkotika tertinggi tingkat prevalensinya dari jumlah penduduk Indonesia.
“Makanya pemberantasan narkoba merupakan bagiam dari komitmen Pemprovsu. Komitmen ini harus kita dukung bersama dalam upaya mewujudkan Sumut bebas narkoba, karena dampak dari penyalahgunaan narkoba yang sangat buruk, baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja,” tegasnya.
Zulham Efendi Siregar menambahkan, maraknya peredaran gelap Narkotika serta penyalahgunaannya membuat pemerintah melakukan cara dan upaya menanggulanginya terutama dari segi regulasi yakni Permendagri Nomor 12 tahun 2019, mengamanatkan kepala daerah sampai desa berperan mengakomodir fasilitas pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika.
“Dengan sosialisasi ini Sumut turut memerangi bahaya narkoba, mengingat narkoba dapat mengenai siapa saja. Kita berharap benar-benar terhindar dari penyalahgunaan narkoba dan menerapkan pola hidup 100 persen, sadar, sehat, produktif dan bahagia,” kata Zulham seraya menambahkan, peran tokoh-tokoh sangat strategis untuk pemberantasan narkoba, karena semua sudah kena, bukan orang kaya dan bahkan sekarang juga dialami yang miskin.
Dr Lania Lubis menyebutkan narkoba di Indonesia telaj dialami pada usia 10-59 tahun. Katanya, kategori pecandu narkoba saat ini pekerja 65,38 persen, pelajar/mahasiswa 6,86 persen dan pengangguran.
“Sementara narkoba masuk melalui melalui jalur laut. Karena Indonesia khususnya Sumut memiliki banyak pelabuhan tikus tempat masuknya narkoba tersebut,” ungkapnya.
Dia menambahkan, proses terbentuknya pemakai narkoba antara lain, bergaul dengan pengguna, terus mencoba-coba, segan, kebiasaan dan puncaknya ketergantungan, overdosis dan meninggal
Sementara Kabag Ops Ditnarkoba Polda AKBP Hendri Rickson Sibarani SE dalam pemaparannya mengatakan, narkoba sudah menjadi kejahatan internasional setelah kejahatan teroris.
Pihaknya juga telah melakukan pengungkapan penyalahgunaan narkoba dimana pada tahun 2021 terdapat 6 ribu kasus dengan 7 ribu tersangka.
Namun jumlah barang bukti naik signifikan terutama pada narkoba jenis sabu. Pada tahun 2020, barang bukti sabu disita sebanyak 500-600 Kg. Tetapi di tahun 2021 tepatnya pada September sudah mencapai 1 ton.
“Kita berharap mari sama-sama kita perangi narkoba. Peran semua pihak diperlukan terutama masyarakat. Karena pemberantasan narkoba tidak hanya tanggung jawab aparat hukum, tetapi sudah kewajiban semua pihak,” ujarnya.
Direktur Pusat Informasi Masyarakat Anti Narkoba Sumatera Utara, Zulkarnaen Nasution yang juga menjadi pemateri pada sosialisasi tersebut menegaskan bahwa pecandu narkoba adalah orang yang sakit, dan tidak wajib di penjara.
“Orang sakit bukan dipenjara. Karena seorang pecandu akan mengalami sakit fisik dan psikis. Sosialnya sakit dan tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain serta spritualnya juga sakit. Kita bawa ke rumah sakit, paling hanya fisiknya diobati, tapi spritualnya tidak, jadi sama saja. Makanya mereka tidak harus dipenjara, namun direhab,” katanya.
Pecandu narkoba atau penyalahgunaan narkoba wajib menjalani rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis.
“Makanya kita lihat kenapa lapas atau rutan penuh dengan orang-orang yang terjerat narkoba serta bisnis narkoba ada disana. Sebab, di dalamnya sudah ada pecandu. Padahal pecandu bukan disitu, tapi harus direhab,” sebutnya.
Zulkarnain juga mengungkapkan pada pecandu yang direhab pun memiliki syarat, diantaranya rehabilitasi maksimal dua kali, lebih dari itu maka diproses hukum.
Selanjutnya, tertangkap tangan dengan barang bukti dibawah standar , dilakukan diagnosa bahwa dia betul pecandu, ketika ditangkap tidak terlibat pengedar, dan ada rehabnya.
“Ini yang menjadi permasalahan, tak ada rehabnya, maka diletakkan di penjara,” katanya.
Dia berharap jangan diskriminasi seorang pecandu, karena mereka adalah orang yang sakit. Demikian pihak sekolah, jangan memecat seorang siswa yang menjadi korban pemakai. “Sebab pemecatan bukan solusi, kemana lagi dia sekolah. Ini jelas melanggar HAM,” ucapnya.KM-vh
koranmonitor - JAKARTA | Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mengatakan hukuman pencabutan hak politik 2,5 tahun…
koranmonitor - MEDAN | Upacara Penurunan Bendera Merah Putih dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun…
koranmonitor - BANDUNG | Terpidana kasus korupsi e-KTP yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar…
koranmonitor - MEDAN | Sebanyak 20.145 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sumatera Utara (Sumut) mendapat…
koranmonitor - MEDAN | Rangkaian kegiatan Medan Digifest 2025 yang digelar di Taman Cadika Medan,…
koranmonitor - MEDAN | Praktisi hukum asal Jakarta, Roni Prima, mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit…