MEDAN | Tahun 2015 lalu, PT PLN (Persero) pernah membayarkan kompensasi Rp 50 miliar kepada pelanggan di Sumut, saat mengalami krisis listrik dan berdampak pemadaman massal dan bergilir.
Ini disampaikan Eksekutif Vice Presiden PLN Opersional Regional Sumatera, Supriadi pada Dialog Publik dengan tema ‘Diskriminatif Kompensasi Pemadaman Listrik. Kompensasi Hanya untuk Warga Ibu Kota atau Seluruh Rakyat Indonesia’, yang digelar Ikatan Wartawan Online (IWO) Kota Medan dan Komunitas Pemerhati Pelayanan Publik (KPPP) di Cafe Penang Corner di Medan, Rabu (14/8/2019).
Supriadi menjelaskan untuk kompensasi pemadaman listrik diberikan kepada seluruh pelanggan PLN diseluruh Indonesia, tidak diskriminatif dengan membedakan pelanggan disetiap daerah di tanah air ini.
“Di Sumatera Utara sendiri, kami pernah kompensasi dibayarkan kepada pelanggan pernah sampai Rp 50 miliar pada zaman banyak pemadaman di tahun 2015. Khusus di Medan bisa mencapai Rp 12 miliar,” jelas Supriadi.
Ia menjelaskan untuk pembayaran kompensasi tidak secara tunai. Melainkan dengan pemotongan tagihan listrik pada bulan selanjutnya.”Jadinya, kompensasi diberikan secara nasional di Indonesia. Bila terjadi pemadaman listrik,” sebut Supriadi.
Dikayakannya, untuk di Kota Medan sudah ada komitmen gangguan listrik tidak boleh sampai 7 kali per harinya. Realisasi baiknya, hal ini tidak sampai dengan kebijakan tersebut.
“Jadinya, tidak tercapai 7 kali. Tidak sampai harus diberikan kompensasi akan mendiskon tagihan dibulan berikutnya. Untuk di Kota Medan dalam sebulan masih terhitung durasi 4 jam, 10 menit dan 9 detik secara komulatif pemadaman dan masih standar mutu pelayanannya,” ucap Supriadi.
Disisi lain, PLN sudah sepantasnya langsung dibawah kordinasi Presiden RI, Joko Widodo dan tidak lagi dibawah naungan Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM. Hal ini, untuk mengantisipasi permasalah secara teknis mengakibatkan pemadaman listrik sehingga merugikan masyarakat.
“Langsung aja, menjadi Kementerian PLN yang langsung kordinasi dengan presiden,” ungkap Anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan yang juga sebagai pembicara pada Dialog Publik tersebut.
Masyarakat Tidak Diberitahu
Politisi Partai PDI-P mengungkapkan layaknya PLN dibawah kordinasi Presiden melihat orang nomor satu di negeri ini turun langsung ke Kantor PLN di Jakarta, Senin 5 Agustus 2019. Usai terjadi pemadaman listrik ibu kota dan sekitar Pulau Jawa, Minggu 4 Agustus 2019, pekan lalu.
“Presiden langsung datang kantor PLN, di Sumatera Utara bolak-balik listrik mati (padam) belum pernah datangi kantor PLN,” tutur Ketua Komisi B DPRD Sumut itu.
Ia juga mengkritiki kebijakan dilakukan PLN, setelah didatangi Presiden Jokowi langsung mengeluarkan kompensasi bagi pelanggannya. Namun itu, dinilai Diskriminatif. Bagaimana terhadap masyarakat di luar Ibu Kota dan Pulau Jawa mengalami pemadaman listrik.
Sutrisno mempertanyakan perlakuan yang sama juga harus dilakukan perusahaan berplat merah itu. “Besok-besok terjadi pemadaman listrik langsung datangi saja kantor PLN. Didatangi eksekutif langsung berbicara kompensasi. Ini suatu mengejutkan,” sebut Sutrisno.
Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut, Padian Adi Siregar mempertanyakan kenapa PLN tidak memberitahukan kepada masyarakat Sumut terkait kompensasi tersebut. Padahal, lanjutnya, masyarakat berhak tahu sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.
“Masyarakat tidak pernah diberi tahu sudah pernah diberikan kompensasi. Mungkin jika masyarakat Sumut diberi tahu, bisa jadi lebih ribut dari warga Jakarta. Karena mereka tidak tahu lah makanya kelihatan tenang-tenang saja,” ujar Pandian.
Kelistrikan Terjaga dan Handal
Persoalannya kurang sosialisasi dari PT PLN, sambung Padian, menjadi masalah mengapa warga Sumut tidak mengetahui adanya kompensasi itu. Jadi masalahnya TMP (Tingkat Mutu Pelayanan) di tiap daerah yang sebenarnya berbeda, itu yang dianggap diskriminasinya.
Pandian mencontohkan pemadaman yang sempat terjadi di bulan puasa disaat umat Islam sedang bersantap sahur dan berbuka puasa. “Malah sempat di Sumut ini, listrik padam disaat umat muslim sedang berpuasa. Kalau kita hitung saat itu, ada total 12 jam listrik padam hingga 3 hari berturut-turut,” ungkapnya.
Sementara itu, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Tetty Nuriani Silaen mengakui, pernah memberikan rekomendasi pemecatan salah satu petinggi PLN akibat pemadaman bergilir di Sumut tahun 2013 lalu tepatnya bulan ramadan. Ombudsman datangi kantor PLN dan berhasil memberikan rekomendasi pemecatan salah satu petinggi PLN.
Menyinggung kompensasi, Tetty meyehutkan harusnya balance. Jika listrik padam masyarakat rugi banyak, tapi sebaliknya jika masyarakat membuat kesalahan, sanksinya oleh PLN cenderung sangat keras. “Ini terkesan tidak fair yah, tegas ke pelanggannya tapi ke PLN nya tidak jelas penanganan atau kompensasinya,” tandasnya.
Ketua Serikat Pekerja (SP) PLN Sumut, Rudi Artono menegaskan, pihaknya (pegawai/serikat pekerja) tetap bekerja keras menjaga kelistrikan khususnya di Sumut, tetap terjaga dan handal.
” Jangan lagi diragukan dan sangsi dengan kerja kami. Mulai siang, malam, subuh pekerja kami terus bekerja menjaga kelistrikan di Sumut,” ungkapnya.
Rudi Artono mengatakan para pekerja PLN bekerja teknis yang di lapangan supaya listrik bisa terus mengalir ke rumah pelanggan.
“Kami keberatan jika gaji pegawai atau anggota serikat pekerja dipotong (untuk kompensasi). Kami pekerja harus serius dalam melayani masyarakat. Kalau pun nanti PLN dipaksaan mengeluarkan kompensasi (dari gaji pegawai) ke palanggan tentunya harus ada regulasinya karena PLN itu keuangan negara. Gak bisa kalau didesak bayar langsung dibayar. Kami dari serikat pekerja pasti protes (gaji dipotong). Pegawai sangat serius dalam bekerja,” pungkas Rudi.KM-red






