koranmonitor – MEDAN | Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) terus mengintensifkan upaya penyelesaian konflik agraria yang hingga kini masih menjadi persoalan serius di berbagai kabupaten/kota.
Beragam langkah strategis telah dilakukan, mulai dari pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), Satgas Anti Mafia Tanah, Tim Inventarisasi Konflik Agraria, hingga mendorong penyelesaian batas wilayah desa dan kelurahan.
Hal itu disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sumut, Basarin Yunus Tanjung, dalam temu pers yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut di Lobby Dekranasda, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Nomor 30 Medan, Jumat (17/10/2025).
Basarin mengungkapkan, Sumut menjadi salah satu provinsi dengan jumlah konflik agraria tertinggi di Indonesia. “Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terdapat 133 kasus konflik di Sumut yang mencakup sekitar 34 ribu hektare lahan dan berdampak terhadap lebih dari 11 ribu kepala keluarga,” jelasnya.
Menurutnya, konflik agraria umumnya melibatkan masyarakat dengan perusahaan pemegang hak konsesi seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), maupun Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Permasalahan tersebut muncul akibat proses pelepasan lahan dari masyarakat ke perusahaan yang tidak transparan dan tidak adil. Tumpang tindih kepemilikan tanah akibat perpindahan hak yang tidak jelas juga memperburuk situasi.
Basarin turut menyinggung akar sejarah panjang persoalan tanah di Sumut yang bermula sejak masa kolonial Belanda pada tahun 1870, terutama di wilayah perkebunan pantai timur. Saat itu, tanah milik para sultan diberikan sebagai konsesi kepada perusahaan-perusahaan Belanda. Sementara di wilayah pantai barat dan pegunungan Bukit Barisan, tanah merupakan hak ulayat masyarakat adat yang digunakan untuk pertanian.
Sebagai contoh penyelesaian yang berhasil, Basarin menuturkan langkah konkret Pemprov Sumut di Desa Mbal-Mbal Petarum, Kecamatan Lau Baleng, Kabupaten Karo. Di daerah tersebut, masyarakat yang semula mengelola lahan penggembalaan berhasil mengalihfungsikan lahan menjadi area pertanian seluas 682 hektare.
“Penyelesaian dilakukan melalui penetapan dalam Perda Kabupaten Karo, serta diterbitkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang memberikan hak pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 182 hektare kepada 39 kepala keluarga,” ungkapnya.
Basarin berharap seluruh persoalan pertanahan di Sumut dapat diselesaikan secara damai dan berkeadilan, tanpa adanya intimidasi maupun kekerasan dari pihak mana pun. KM-fah/R