koranmonitor – MEDAN | Tren pernikahan anak usia dini dan pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menunjukkan perkembangan positif dan terus mendekati angka ideal.
Berdasarkan indikator Age Spesific Fertility Rate (ASFR), angka kelahiran pada kelompok usia 15–19 tahun menurun menjadi 17,3 per 1.000 perempuan pada tahun 2024, sementara program KB mencatat pencapaian 2,36 berdasarkan sensus penduduk tahun 2024.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Pengendalian Penduduk, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (P3AKB) Sumut Laura Ance Sinaga pada Temu Pers yang difasilitasi Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut, yang dilaksanakan di Lobi Dekranasda, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponeoro Nomor 30 Medan, Senin (17/11/2025).
Laura Menyebutkan angka kelahiran di Sumut terhitung sejak tahun 1971 tercatat 129 kelahiran usia dini per 1.000 perempuan. Angkanya terus mengalami penurunan pada tahun 2021 yang tercatat sebanyak 22 kelahiran, hingga tahun 2024 yang turun menjadi 17.
“Angka kelahiran pada usia dini di Sumut lebih baik dibandingkan angka nasional yang mencapai 18 per 1.000 perempuan. Ada pergeseran pola pikir yang menunjukkan kesadaran akan pentingnya kemandirian ekonomi dan persiapan yang matang sebelum membangun keluarga bagi perempuan saat ini,” ucapnya.
Namun demikian, kata Laura, masih ada 14 kabupaten/kota dengan tingkat kelahiran tinggi pada usia dini. Ia menyebutkan seperti Padang Lawas Utara (Paluta), Padang Lawas, Serdang Bedagai (Sergai), Karo, Nias Selatan, Mandailing Natal (Madina), Labuhan Batu, Tapanuli Selatan (Tapsel), Asahan, Labuhan Batu Selatan (Labusel), Deli Serdang, Nias Barat, Nias, Labuhan Batu Utara (Labura).
Untuk daerah yang rendah dengan tingkat kelahiran pada usia dini berada di Kabupaten Toba, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, dan Pematangsiantar. Untuk mengurangi tingkat pernikahan pada usia dini perlu kolaborasi dari semua pihak seperti Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja. “Kami tetap memberikan pengetahuan tentang dampak pernikahan usia dini sehingga bisa memberikan pemahaman yang baik kepada mereka,” ujarnya.
Saat berbicara tentang KB, lanjut Laura, berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 program KB di Sumut berada di angka 2,48. Sementara pada tahun 2024 angkanya menurun menjadi 2,36. Laura mengartikan bahwa Total Fertility Rate atau rata-rata seorang wanita usia subur 15-45 tahun di Sumut mempunyai 2-3 anak.
“Untuk Indonesia angkanya mencapai turun 2,16. Standarnya 2,1. Jadi ga boleh dibawah standar, nanti goncang seperti Jepang dan Singapur, angka kelahirannya rendah. Jadi melihat angka tersebut, Pemprov Sumut berhasil mengendalikan pertumbuhan penduduk,” ujarnya.
Namun, katanya, tantangan saat ini adalah tren generasi muda freechild. Oleh karena itu, Dinas P3AKB melalui program sekolah siaga kependudukan menyampaikan bahwa pentingnya bukan membatasi kelahiran, tetapi mengendalikan kelahiran.
“Ada dua tantangan Sumut, yaitu bagaimana mengendalikan angka kelahiran yang seimbang, tapi juga memberitahu kepada generasi gen z dan alpa, bahwa perlu ada penerus dan pentingnya ada kelahiran. Kita terus berupaya melakukan dua hal ini, salah satunya menyusun peta jalan pembangunan kependudukan yang akan menjadi alat evaluasi dari pusat, apakah Pemprov Sumut responsive dengan pembangunan berwawasan kependudukan. Kalau kita berhasil maka indeks pembangunan berwawasan kita naik, berhasil,” ujarnya.
Temu Pers bertemakan Keluarga Tangguh, Perempuan dan Anak dilindungi, TPPO ditangani, Pertumbuhan Penduduk Terkendali juga didampingi Kepala Dinas P3AKB Dwi Endah Purwanti bersama seluruh jajaran pimpinan Dinas P3AKB. KM-fah/R






