Harga Cabai Merah di Sumut Sangat Volatile, Perubahan Pola Tanam Akibat Cuaca Perlu Diwaspadai

oleh
Harga Cabai Di Sumut Tiba-tiba Melonjak, Waspadai Gejolak Dalam Jangka Pendek
Ilustrasi. Harga Cabai Di Sumut Tiba-tiba Melonjak, Waspadai Gejolak Dalam Jangka Pendek

koranmonitor – MEDAN | Harga cabai merah saat libur panjang hari raya waisak bergerak Volatile dalam rentang Rp35 ribu hingga Rp50 ribu per Kg. Bahkan jika ditarik data dalam 5 pekan terakhir, harga cabai merah bergerak dalam rentang Rp15 ribu hingga Rp80 ribu per kg.

Menurut pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin, fluktuasi harga cabai merah yang terbilang sangat tajam ini membuktikan bahwa, sekalipun produksi cabai merah Sumut mampu memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat Sumut.

“Namun faktanya, harga cabai merah di wilayah Sumatera Utara (Sumut) sangat dipengaruhi oleh harga di luar wilayah Sumut. Pada musim panen dua bulan terakhir ini. Di Sumut wilayah yang menjadi pemasok cabai merah adalah Batubara, Karo dan Deli Serdang. Meskipun untuk wilayah kabupaten karo belakangan pasokannya lebih sedikit, karena belum memasuki musim panen besar,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5/2024).

Dan produksi dari wilayah Batubara juga tidak maksimal mengalir ke sejumlah wilayah basis konsumsi seperti kota medan. Dari total permintaan cabai yang dibeli dari pedagang besar di kota medan. “Cabai merah dari wilayah batubara hanya mampu menyediakan rata rata 70% permintaan pedagang. Sementara itu, cabai dari Kabupaten Karo mayoritas masuk ke pasar yang ada di Kota Medan,” sebutnya.

Biasanya, pada bulan Maret hingga Agustus, sumber pasokan cabai merah di kota medan umumnya didominasi dari Kabupaten Tarutung, Karo dan Aceh Tengah. ‘Sangat kecil sekali ketergantungannya dengan wilayah Batubara. Namun, cuaca yang memburuk sebelumnya telah memicu terjadinya penurunan produktifitas dan perubahan pola tanam. Yang memaksa pedagang besar mencari sumber pasokan cabai merah di wilayah Batubara,” jelasnya.

Cuaca panas telah membuat petani menutup panennya lebih cepat dari biasanya. Ada potensi dimana petani lebih cepat 1 atau 2 minggu mengganti tanamannya dengan bibit yang baru. Perubahan pola tanam seperti ini juga berpeluang memicu terjadinya fluktuasi harga yang sifatnya tidak terduga. Jika dibiarkan pada dasarnya tetap saja nanti akan membentuk titik keseimbangan baru.

Akan tetapi dalam jangka pendek, bisa memicu terjadinya fluktuasi harga yang bisa merepotkan dalam pengendalian inflasi. “Dan situasi akan kian rumit apabila cuaca berpindah dari ekstrim yang satu ke bentuk ekstrim yang lainnya. Dengan perubahan iklim, pengendalian inflasi di sisi produksi (hulu) ke depan kian berat tantangannya,” ungkapnya. KMC