KORANMONITOR.COM, MEDAN – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dinilai tak serius menangangi kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Jembatan Merah- Muara Soma, Kabupaten Mandailing Natal, Selasa (20/5/2025).
Perbaikan jalan ini dikerjakan oleh CV Harapan Baru dengan anggaran Rp 10 miliar dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) yang sekarang disebut Dinas PUPR Sumut.
Pekerjaan dan perbaikan jalan tersebut dikerjakan pada tahun 2020 lalu.
Dugaan korupsi ini telah menjadi temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Utara.
Di mana, dalam temuannya BPK menemukan penyelewengan material bahan mencapai Rp 1,9 miliar.
Pihak ketiga yakni CV Harapan Baru, diduga melakukan pengurangan terhadap volume bahan material untuk membangun jalan tersebut.
Kasus ini juga telah masuk dalam tahap pemeriksaan di Kejati Sumut.
Sejumlah oknum telah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan, termasuk pemborongnya, CV Harapan Baru.
Pemeriksaan dilakukan secara intensif oleh penyidik Kejaksaan, di Jalan AH Nasution, Kota Medan beberapa waktu lalu.
Namun belakangan, kasus ini diduga sengaja diendapkan oleh oknum-oknum dibalik gedung putih tersebut.
CV Harapan Baru dalam hal ini telah melakukan pemulangan uang kerugian negara.
Pemulangan kerugian negara ini dilakukan tanpa adanya informasi kepada publik.
Hal ini tentu mengundang tanda tanya masyarakat, menyoal transparansi Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi di Sumatera Utara.
Eka Armada, Pemerhati Korupsi di Sumut juga ikut mengamati proses penanganan perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Menurut Eka, wajib hukumnya para pelaku korupsi mengembalikan uang sebagai kerugian negara.
Akan tetapi, pengembalian uang pada kerugian negara tersebut tidak melunturkan proses hukum yang sedang berlangsung.
“Wajib hukumnya para pelaku koruptor itu mengembalikan kerugian negara. Tapi proses pengembalian ini tidak mencacatkan proses hukum yang sudah berlangsung di Kejati Sumut,” kata Eka.
Dirinya malah heran, jika Kejaksaan tidak melanjutkan proses hukum yang sudah berlangsung pada perkara korupsi pembangunan jalan Jembatan Merah-Muara Soma, di Kabupaten Mandailing Natal.
“Malah kita bertanya-tanya, kok proses hukum tidak dilanjutkan dengan sudah dilakukannya pengembalian oleh terduga pelaku korupsi,” ucap Eka.
Artinya, sambung Eka, para oknum-oknum yang terlibat dalam kasus korupsi harus mengantongi uang banyak.
Ketika proses bergulir, oknum tersebut langsung saja melakukan pengembalian untuk menyelamatkannya dari jeratan hukum.
“Enak juga jadi pemborong, uang banyak begitu adanya temuan korupsi langsung pulangkan kerugian negara. Semua manusia di Indonesia ini apakah harus seperti ini, ketika korupsi, yasudah pulangkan saja, lepas dari hukuman. Jelas sudah ini diduga melanggar Pasal 4 UU 31/1999,” ungkapnya.
Dirinya meminta dengan tegas kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, Idianto untuk segera melakukan penahanan terhadap CV Harapan Baru, lantaran sudah terbukti melakukan dugaan tindak pidana korupsi.
“Pak Kejati ayo serius lah bekerja, kenapa kek malas-malas gitu, apa karena sudah mau pensiun, makanya begini jadi lembek. Bapak harus tegas, ini barang sudah masuk dalam proses pemeriksaan, kenapa pemulangan kerugian negara pelaku lepas dari jeratan hukum,” ungkapnya.
Jika hal ini diabaikan oleh Kejati Sumut, Eka menduga seluruh aparat penegak hukum (APH) melakukan hal yang sama.
“Pak Jaksa Agung lihat ini anggota bapak kok mainnya begini, kasus korupsi sudah terbukti, ada pemulangan, eeh oknumnya dilepas begitu saja, ada apa? Nanti ada sesuatu yang membuat kantong tebal,” ujarnya.
Ia berharap kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Jembatan Merah-Muara Soma dapat terus dilanjutkan, hingga menjerat para aktor utama.
KM-*