MATA uang Rupiah pada perdagangan hari ini melemah di kisaran level Rp15.815 per US Dolar. Terpantau sedikit menguat dibandingkan dengan kinerja sehari sebelumnya. Namun terlihat jelas mengalami pelemahan dalam satu bulan terakhir.
Mata uang rupiah bahkan mencoba mendekati level terlemahnya dalam satu tahun terakhir, di kisaran harga Rp15.900 per US Dolar.
Pada awal tahun Rupiah diperdagangkan dikisaran level Rp15.400 per US Dolar, dan tentunya melemah sekitar 2.7% pada posisinya saat ini. Namun pelemahan Rupiah saat ini bukan sepenuhnya menjadi kabar buruk, khususnya bagi perekonomian Sumut. Karena berdasarkan data BPS, neraca dagang Sumut mengalami surplus sebesar $6.5 juta pada periode Januari hingga November 2023.
Dengan pelemahan rupiah saat ini, Sumut mendapatkan windfall dari selisih kurs. Dan para eksportir Sumut sangat diuntungkan dengan pelemahan rupiah. Termasuk juga para petani kita, khususnya petani sawit di wilayah ini. Terlebih harga CPO dalam satu bulan terakhir juga mengalami kenaikan dari level 3.600 ringgit per ton, menjadi 4.000 ringgit per ton nya saat ini.
Dan bukan hanya petani sawit, petani karet kita juga diuntungkan karena harga karet alam satu bulan terakhir juga mengalami kenaikan. Dari kisaran $1.48 per Kg menjadi $1.53 per Kg saat ini.
Jadi Sumut pada dasarnya diuntungkan dari sisi perdagangan luar negeri, seiring dnegan memburuknya kinerja mata uang rupiah terhadap US Dolar.
Namun, pelemahan rupiah dari sisi lainnya justru memberikan peluang bagi kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor. Dan kenaikan tersebut tentunya akan memberikan tekanan pada laju inflasi di wilayah ini.
Terlebih impor bahan baku dan barang konsumsi mengalami kenaikan pada bulan November 2023 lalu. Meksipun sejauh ini pelemahan rupiah belum akan lantas mendorong kenaikan sejumlah barang tersebut dan memicu terjadinya inflasi.
Tetapi Sumut tidak bisa sepenuhnya menyimpulkan bahwa Sumut diuntungkan dengan pelemahan rupiah tersebut. Karena pelemahan rupiah yang terjadi saat ini, justru memberikan dampak negatif yang besar bagi perekonomian nasional.
Terlebih jika harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan. Dan sudah barang pasti jika seandainya direspon dengan kenaikan harga BBM, maka Sumut juga akan merasakan dampaknya. (Penulis: Gunawan Benjamin, Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara)