Sering Terjadi, Kutuk dan Stop Kejahatan Seksual Terhadap Anak

oleh -17 views

MEDAN | Kejahatan seksual di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) masih sering terjadi. Dengan kasus kasus tersebut, maka lembaga di bawah naungan Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, yaitu Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa), sangat mengutuk hal ini. Sudah saatnya kejahatan seksual di Sumut dihentikan bersama-sama.

Ketua Puspa Sumut, Misran Lubis mengatakan, kejadian kejahatan seksual ayah kandung terhadap 3 anak perempuannya yang terjadi beberapa hari ini berlokasi di kota Binjai, Sumut sangat mengutuk.

Bahkan kejadian keras predator seksual anak ini, Puspa meminta jajaran kepolisian Binjai agar serius menyelidiki kasus ini dan membawa pelaku ke proses hukum.

“Sisi lain kita juga mengharapkan kepada masyarakat, dapat lebih aktif memperhatikan situasi lingkungan terutama, keluarga yang beresiko terjadinya kejahatan seksual anak,” katanya, Jumat (7/12/2018).

Dikatakannya, kejahatan seksual ini bisa terjadi dengan latar belakang keluarga broken home, keluarga yang ayah atau ada laki-laki dewasa pecandu narkoba, anak perempuan yang hidup hanya dengan ayah atau lebih sering ditinggal ibu kandung, dan potensi-potensi lainnya.

“Tanpa bermaksud mencurigai setiap keluarga, namun lebih pada upaya pengawasan dan pencegahan agat kejahatan seksual tidak terjadi di lingkungan keluarga sendiri,” ujarnya.

Bahkan saatnya para kepling atau kepala dusun, lebih aktif dan memiliki data/informasi potensi terjadinya kajahatan seksual dilingkungannya. Agar tiap keluarga segera mengetahui gerakan gerakan yang mencurigakan.

“Jika ada yang dicurigai, maka segera melaporkan peristiwa kejahatan seksual, jangan sampai terulang lagi kasus seperti di Sunggal, seorang kakek yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak perempuan usia 5 tahun, namun proses di lingkungan mereka dilakukan upaya damai dengan ganti rugi sebidang tanah ukuran 5 x 10 Meter,” katanya.

Jelas cara seperti ini sangat tidak dibenarkan oleh hukum di Indonesia terutama Undang-undang Perlindungan Anak. Justru pelaku yang masih memliki hubungan keluarga dengan korban, harus mendapatkan hukuman lebih berat dari pelaku yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan korban.

“Kenapa saya mengatakan lebih berat hukuman pada yang memiliki hubungan keluarga? karena predator seksual masih bekerkeliaran dan anak-anak selalu rentan menjadi korban didalam rumahnya sendiri,” katanya.

Jadi, melaporkan kejahatan seksual bukanlah aib keluarga atau aib masyarakat, tapi upaya untuk mengakhiri kejahatan seksual terhadap anak-anak lainnya.

“Mari bersama sama kita rangkul anak anak sebagai anak bangsa, STOP kejahatan seksual pada anak anak,” pungkasnya.red