Kasus Penipuan Rp4,5 M, Bos LJ Hotel di Medan Dituntut Hukuman 3,5 Tahun Penjara

oleh

MEDAN | Bos LJ Hotel di Medan, Abdul Latief (54) dituntut hukuman 3 tahun 6 bulan penjara (3,5 tahun), Senin (11/5/2020) di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Febriana Sebayang dalam amar tuntutannya menyatakan, perbuatan penipuan sesuai pasal 378 KUHP yang dilakukan pria warga Jalan Lembah Piang Raya Blok I, RT 11/09 Pondok Kelapa Jakarta Timur/Jalan Suryo, Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun, telah memenuhi unsur.

Yakni pidana dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.

Hal memberatkan. Terdakwa Abdul Latif (foto) kurang koperatif di persidangan. Dan perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian terhadap orang lain, dalam hal ini saksi korban. Sedangkan hal meringankan, terdakwa bersikap sopan.

Menjawab pertanyaan majelis hakim diketuai Erintuah Damanik, penasihat hukum (PH) terdakwa menyatakan akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada persidangan pekan depan.

Sementara mengutip dakwaan JPU, perkara tindak pidana penipuan menjerat Abdul Latif bermula dari, saat saksi korban berniat untuk menjual tanah dan bangunan miliknya di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Gaharu, Kecamatan Medan Timur.

Malalui Siswanto Thio dan Asen, saksi korban akhirnya diperkenalkan dengan terdakwa yang mengaku profesional dalam mengelola perhotelan. Terdakwa Abdul Latief kemudian mengutarakan niatnya untuk menyewa tanah dan bangunan milik saksi korban.

Dalam pertemuan 2017 silam, terdakwa meyakinkan kepada saksi korban bahwa ia memiliki usaha perhotelan. Juga mempunyai jual beli permata dan tabungan di Swiss hingga keuntungan miliaran rupiah.

Saksi Korban Rugi Rp4,5 Miliar

Saksi korban pun tertarik oleh rayuan terdakwa. Hingga menyatakan sistem persewaan kepada terdakwa.

Pembicaraan tersebut berujung dengan dibuatnya kesepakatan sewa-menyewa tanah dan bangunan. Dilakukan di kantor notaris, dalam suatu perjanjian sewa-menyewa No. 2 tanggal 2 Agustus 2017.

Disepakatilah dalam isi perjanjian kontrak selama delapan tahun. Terhitung 2017 hingga 2025 yang dilakukan dengan delapan tahap pembayaran.

Terdakwa Abdul Latief selanjutnya melakukan pembayaran sewa bulan pertama pada Juli 2017 sebesar Rp200 juta. Hingga bulan keenam terdakwa masih lancar membayar sewa dengan jumlah bervariasi.

Namun setelah itu, terdakwa Abdul Latief tidak lagi ada membayar uang sewa kepada saksi korban. Alasannya, tagihan konsumen belum banyak ditagih. Merasa tertipu, saksi korban kemudian melaporkan kasusnya ke kepolisian dengan kerugian Rp4,5 miliar.KM-Fahmi