MEDAN | Fadlun Djamali mengaku menjadi korban dalam kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp 1,4 Milyar, bahkan ia harus menjalani persidangan tanpa kesalahan yang sama sekali tidak pernah diperbuatnya.
Hal ini disampaikan Fadlun dalam nota pembelaan yang dibacakan oleh kedua penasehat hukumnya Zulficar dan Zennuddin dalam persidangan yang berlangsung diruang Cakra VI Pengadilan Negeri Medan, Kamis (13/09).
Dalam pembelaan tersebut Fadlun menyanggah semua kesaksian Abdullah Hasan bahwa dirinya yang bermohon memimjam uang untuk modal usaha. Justru pihak Abdullah Hasan meminta kepada dirinya membeli rumah dikawasan Jalan Sindoro.
“Waktu itu Abdullah Hasan yang meminta karena ingin membeli rumah dikawasan Bumi Seroja atas permintaan anaknya Husni Hasan,”ujar Zennuddin dan Zulficar dalam sidang.
Maka untuk itu ia pun mengajukan KPR ke BRI Cabang Gajah Mada, dimana rumah tersebut dibayarnya tunai kepada Abdullah Hasan yang dibuktikan dengan transferan ke BNI Kantor Cabang Pembantu Tomang elok dengan nilai Rp 1,4 Milyar. Selanjutnya karena melalui sistem KPR maka Fadlun pun mencicil pembayaran melunasinya.
Nah mengenai ada uang Rp 1 Milyar yang diberikan Abdullah Hasan kepada Fadlun Djamali bukan untuk modal usaha akan tetapi untuk membeli rumah dikawasan Perumahan Bumi Seroja, dimana waktu itu pemilik rumah Wisma Naden menjual kepada Fadlun senilai Rp 1,8 Milyar. “Jadi sekali lagi rumah tersebut Fadlun yang melunasinya,”ujar zen dan zul.
Dari permasalahan ini perbuatan mana yang merugikan korban dalam hal ini Abdullah Hasan atau Abdul Hasan maupun Husni Hasan. “Bahkan ruko Sindoro yang telah dibelinya masih dikuasai oleh korban dan begitu pula rumah dikompleks Bumi Seroja,”ujar kedua pengacara.
Bahkan dalam kasus ini korbanlah yang menpunyai hutang Rp 800 juta kepada terdakwa atau klien kami. “Maka kepada majelis hakim kami bermohon agar Fadlun dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan,”ucapnya.
Masih dalam nota pembelaan tersebut, setelah semua proses berjalan sesuai dengan prosedur dan KPR Ruko di Jalan Sindoro sudah dilunasi. Fadlhun dan istrinya, Dewi Maysarah dipaksa datang ke Notaris Faisal SH untuk menandatangani surat pernyataan kalau ruko Sindoro sudah lunas dan harus dihibahkan kembali kepada Abdul Hasan.
“Sebelum saya menandatangani surat di notaris tersebut, saya kerap mendapat intimidasi. Selain itu saya juga tidak mengetahui isi surat yang saya tandatangani yang ternyata isinya kalau saya harus menghibahkan kembali ruko yang dibeli itu,” ungkap Fadlun dihadapan Hakim.
Dalam sidang itu, zen mengatakan bahwa nota pembelaan ini berdasarkan keterangan dari saksi-saksi baik dari pihak Bank tidak ditemukan unsur pidana yang bisa menjerat kliennya dalam masalah ini.
“Berdasarkan fakta persidangan, bukti yang diberikan saksi-saksi maupun ahli jelas ini tidak memenuhi unsur pidana,” katanya.
Lanjut Zulfikar, dalam masalah ini hubungan antara kliennya dengan Abdul Hasan adalah murni hubungan Keperdataan, sebab pembayaran sudah sesuai dengan prosedur dari pihak Bank.
Sementara itu dari pantauan wartawan, saat pengacara sudah menyerahkan bukti-bukti kepada Majelis hakim soal kasus tersebut, Hakim malah mempertanyakan soal bukti-bukti yang selama ini kasus ini kenapa tidak ditunjukan saat sebelum Pledoi.
Padahal sebelum sidang yang beragendakan Pledoi, pengacara selalu menunjukan bukti-bukti dihadapan hakim namun hakim malah mempertanyakan lagi.
Usai Hakim mendengar Nota Pembelaan dari pengacara, Ketua Majelis Hakim Richard Silalahi mempertegas soal keterangan saksi ahli yang dibacakan pengecara sebab menurut Hakim apa yang dikatakan saksi ahli kemarin saat persidangan tidak sesuai dengan yang dibacakan PH.
Namun kedua pengacara mengatakan kalau pledoi yang dibacakan sekarang ini adalah hasil analisa PH saat saksi ahli bersaksi, namun Hakim malahan tertawa.
“Saya hanya menilai berdasarkan fakta-fakta dipersidangan, jadi bukti-bukti sekarang yang dihadirkan tidak masuk dipersidangan,” ungkap Hakim Richard.
Setelah mendengarkan Pleidoi yang dibacakan terdakwa dan pengecara, Majelis Hakim menunda sidang hingga Senin (17/9) dengan agenda mendengar jawaban dari Jaksa Penuntut Umum.
Usai sidang, pengecara Fhadlun Jamali membeberkan kalau selama sidang yang beragendakan keterangan saksi yang dihadirkan oleh jaksa, terkesan aneh sebab saksi yang dihadirkan adalah keluarga korban, jadi jelas memberatkan terdakwa dan hal ini tidak sesuai prosedur proses sidang.