JAKARTA-koranmonitor | Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyebut, ada 90 jurnalis mengalami kekerasan selama satu tahun terakhir, dengan terduga pelaku yang terbanyak adalah polisi.
“90 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang Mei 2020-Mei 2021. Meningkat jauh dibanding periode sebelumnya, sejumlah 57 kasus,” ucap Ketua Divisi Advokasi Serikat Pekerja AJI Jakarta Erik Tanjung, dalam Peluncuran Catatan AJI atas Situasi Kebebasan Pers di Indonesia 2021, Senin (3/5/2021.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh AJI, pelaku kekerasan paling banyak dilakukan oleh pihak kepolisian dengan persentase 70 persen.
Sementara itu, sisanya dilalukan oleh advokat, jaksa, pejabat pemerintahan, Satpol PP/aparat pemerintah daerah (pemda), dan orang tidak dikenal.
Erik mengatakan salah satu kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terbaru adalah kasus penganiayaan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi.
Diketahui, penganiayaan tersebut terjadi ketika Nurhadi melakukan reportase keberadaan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji, terkait kasus suap pajak yang ditangani KPK.
Berdasarkan keterangan Erik, Nurhadi ingin melakukan konfirmasi terkait kasus tersebut. Namun, belum sempat mengkonfirmasi, dirinya malah mendapatkan kekerasan.
“Nurhadi mengalami penganiayaan, dipukuli, diintimidasi saat melakukan liputan untuk mengonfirmasi terhadap salah satu mantan pejabat di Kementerian Keuangan,” ucap dia.
Selain itu, vonis terhadap jurnalis Banjarhits.id/kumparan di Kalimantan Selatan, Diananta Sumedi.
Erik menyebut Dianta dilaporkan sampai di meja hijau akibat pemberitaannya ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel.”
Padahal, kata Erik, kasus tersebut merupakan sengketa pemberitaan dan sudah diselsaikan di Dewan Pers.
Hal tersebut, kata Erik, mengacu pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang UU Pers.
Dalam UU tersebut dijelaskan, kasus sengketa pers itu menjadi kewenangan Dewan Pers untuk memeriksa, bahkan sampai untuk proses mengadilinya.
Terkait, daftar panjang kekerasan terhadap Jurnalis selama setahun terakhir, Erik mengatakan kondisi kebebasan Pers di Indonesia semakin buruk.
“Kebebasan pers memburuk di tengah pandemi ini,” ucap dia.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit, terkait kasus telegram soal arogansi aparat di media, mengakui perbuatan satu oknum polisi dapat merusak citra Korps Bhayangkara secara keseluruhan.
“Karena itu saya minta agar membuat arahan agar anggota lebih hati-hati saat tampil di lapangan, jangan suka pamer tindakan yang kebablasan dan malah jadi terlihat arogan, masih sering terlihat anggota tampil arogan dalam siaran liputan di media,” kata dia, Selasa (6/4/2021).
Ia pun menyebut tetap membutuhkan kalangan pers. “Sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan institusi Polri agar bisa jadi lebih baik,” tandasnya.vh/cnn