Ombudsman Sumut Terima 220 Laporan Masyarakat Sepanjang 2018

oleh -16 views

MEDAN | Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menerima 220 laporan masyarakat sepanjang tahun 2018. Dari jumlah itu, pemerintah daerah (Pemda) adalah kelompok instansi paling banyak dilaporkan, yakni 43,6% atau 96 laporan. Disusul kelompok instansi kepolisian 27,7% atau 61 laporan.

“Di urutan berikutnya kelompok instansi paling banyak dilaporkan adalah BUMN/BUMD dengan 15,9% atau 35 laporan, BPN 5% atau 11 laporan dan lembaga peradilan 2,7% atau 6 laporan,” jelas Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, Senin (7/1/2019).

Dari 220 laporan tersebut, 51,8% atau 114 laporan disampaikan langsung ke Kantor Ombudsman RI Perwakikan Sumut di Jalan Majapahit No 2 Medan. Sedang laporan yang disampaikan melalui surat sebesar 44,1% atau 97 laporan, melalui media 2,7% atau 6 laporan.

Para pelapor mayoritas berasal dari Kota Medan dengan 66,3% atau 146 pelapor, dari Deliserdang 5% atau 11 pelapor, disusul dari Langkat dan Nias Selatan masing-masing 5 pelapor atau 2,2%.

“Namun bila dilihat dari keseluruhan, para pelapor ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut sudah ada dari 34 kabupaten/kota se Sumut. Ini memandakan bahwa seluruh masyarakat dari kabupaten/kota se Sumut sudah mengakses Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik,” jelas Abyadi.

Lebih jauh Abyadi menjelaskan, kalau dilihat dari substansi laporan, maka substansi yang paling banyak dilaporkan adalah kasus kepolisian dengan 27,7% atau 61 laporan, disusul kasus agraria/pertanahan dengan 13,1% atau 29 laporan, kepegawaian dengan 12,7% atau 28 laporan.

Kasus pendidikan yang tahun sebelumnya paling banyak dilaporkan, tahun ini justru diurutan ke empat paling banyak dilaporkan dengan 9,5% atau 21 laporan. Di bawahnya adalah soal substansi administratif dengan 7,2% atau 16 laporan.

Terkait dengan bentuk maladministrasi yang dilaporkan, maka yang paling banyak dilaporkan adalah maladministrasi dalam bentuk penyimpangan prosedur dengan 42,2% atau 93 laporan, disusul penundaan berlarut 39,1% atau 86 laporan.

Bentuk maladministrasi lainnya adalah penyalahgunaan wewenang sebesar 9,1% atau 20 laporan, tidak memberi layanan sebesar 6,3% atau 14 laporan dan bentuk maladministrasi tidak patut sebanyak 1,8% atau 4 laporan.

* Pelayanan Krusial

Pada kesempatan itu, Abyadi Siregar juga menyebut ada beberapa layanan yang krusial di Sumut. Disebut krusial karena pelayanannya selama ini sangat rumit, sulit dan menyusahkan masyarakat. Dan, kondisi seperti ini terus berulang meski sudah sering disoroti.

Sementara, upaya perbaikan layanan yang dilakukan para penyelenggara, belum memberi hasil yang signifikan untuk perbaikan layanan. Karena terbukti, layannya masih terus dikeluhkan dan disampaikan masyarakat ke Ombudsman.

Beberapa pelayanan yang termasuk krusial itu seperti pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk), layanan kesehatan, layanan pendidikan, kesejahteraan sosial (Kesos), layanan perizinan dan layanan dalam mengakses keadilan.

Substansi laporan yang dikeluhkan masyarakat terkait layanan krusial ini, lanjut Abyadi adalah terkait soal standar pelayanan yang tidak ada. “Meski ada juga unit layanan yang sudah memiliki dan mempublis standar layanan, tapi masalahnya tidak diaplikasikan/tidak diterapkan dalam penyelenggaraan layanan,” jelas Abyadi.

Yang juga sering disampaikan masyarakat ke Ombudsman adalah, ketidakkonsistenan penerapan standar waktu layanan.

“Dalam proses pengurusan KTP dan Adminduk lainnya misalnya, masih sering disampaikan ke Ombudsman bahwa ada yang urus KTP-el tidak siap kendati sudah berbulan-bulan proses pengurusannya. Ini masalah yang sangat menyulitkan masyarakat. Dan masalah seperti ini sering disampaikan ke Ombudsman,” kata Abyadi.

Abyadi sendiri mengaku bingung kenapa begitu sulit melakukan perbaikan layanan pengurusan KTP-el dan Adminduk lainnya. Padahal, Dirjen Kemendagri selalu mengatakan bahwa blanko KTP-el tidak masalah lagi. Stok selalu ada.

“Apa benar terkendala jaringan? Masa di jaman teknologi sekarang ini masih terkendala jaringan? Saya kira, ini perlu jadi perhatian serius Pak Walikota,” kata Abyadi Siregar.

Ombudsman berharap, agar seluruh penyelenggara pelayanan publik menjadikan tahun 2019 sebagai momentum untuk memperbaiki pelayanan publik.

“Bangun komitmen bersama di seluruh instansi penyelenggara pelayanan publik, mulai dari pimpinan hingga ke bawah untuk memperbaiki layanan. Mudahkan urusan masyarakat, hentikan pungli dan korupsi,” tegas Abyadi Siregar.*