5 Bocah Pengidap HIV di Samosir, Gubsu: Tidak Bisa Main Usir-usir Begitu

oleh -14 views
Gubsu, Edy Rahmayadi

MEDAN | Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi turuntangan terkait ancaman pengusiran terhadap sejumlah anak yatim piatu pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Nainggolan, Samosir. Gubsu pun mengirim tim ke daerah itu untuk memperjelas duduk persoalan dan mencari solusi.

“Secara riil ya kita sudah ada memberangkatkan tim ke sana untuk kepastiannya. Pastinya itu tidak bisa main usir-usir begitu,” kata Gubsu, Edy Rahmayadi, di Medan, Rabu (24/10/2018).

Gubsu belum bisa memastikan solusi untuk persoalan ini. “Saya belum bisa menjawab secara pasti, karena orang (tim) sedang berangkat ke sana untuk nanti saya bisa mengambil keputusan,” ucap Gubsu.

Seperti diberitakan, 5 bocah yatim piatu pengidap HIV tidak mendapat hak pendidikan dan terancam terusir dari Kabupaten Samosir, setelah warga menolak keberadaan mereka dengan alasan takut terjadi penularan.

Selain soal khawatir terjadi penularan, warga beralasan kelima anak itu bukan penduduk asli Samosir. Mereka adalah bocah yatim-piatu yang kini tinggal di Rumah Kasih milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di dalam kompleks RSU HKBP Nainggolan.

Sebelumnya, warga memberi ultimatum agar kelimanya meninggalkan Samosir paling lambat 23 Oktober 2018. Namun, Bupati Samosir, Rapidin Simbolon, memastikan tidak akan ada pengusiran. Anak-anak itu tetap berada di Samosir.

Namun, pihak Pemkab menawarkan agar anak-anak itu menjalani home schooling dan tidak belajar di sekolah publik. Namun, pihak HKBP yang mendampingi anak-anak itu menolak dan ingin mereka tetap bersosialisasi dengan kawan seusianya.

“Kami sayang seluruh anak-anak. Nah, sekarang ada pendapat yang berbeda. Di satu sisi orangtuanya meminta jangan digabungkan anak kami dengan yang terpapar HIV. Betul, karena mereka punya anak khawatir. Kemudian datang dari pihak HKBP, oh ini diskriminasi. Kami menyayangi, tapi ada konteks dan program lain yang kita bisa menyelamatkan dua-duanya. Kita tawarkan pendidikan khusus terhadap anak yang terpapar ini. Jadi tidak bergabung dan kita buat kelas khusus. Kalau HKBP mau ya syukur. Kalau tidak apa boleh buat,” ujar Rapidin.

Sementara pihak HKBP menyatakan sudah lama melakukan pendampingan terhadap pengidap HIV. Mereka bahkan sudah rutin mendampingi sekitar 19 orang yang diduga terinfeksi HIV dari berbagai daerah.

Enam di antara penderita yang mereka dampingi masih dalam usia anak. Dari jumlah itu, seorang tengah dirawat intensif di RSUP H Adam Malik Medan.

Belakangan, keberadaan anak-anak ini menjadi polemik. Ada provokasi yang membuat para anak jadi korban perundungan (bullying). Sebagian warga tidak sepakat jika anak-anak itu berada di Kabupaten Samosir. Bahkan hak pendidikan mereka juga terancam.

Kepala Departemen Diakonia HKBP Debora Furada Sinaga menyatakan mereka akan terus memperjuangkan keberadaan dan hak pendidikan anak-anak itu. Mereka ingin membuka hati pemerintahan dan masyarakat bahwa pengidap HIV itu harus tetap dilindungi. Bahkan terus didekati agar mereka punya semangat.

“Kita harus bahu-membahu. Kita harus berpikir bahwa semua manusia itu berharga di mata Tuhan,” kata Debora.red