Lestarikan Habitat Penyu, Masyarakat Sorkam Tapteng Relokasi Telur Penyu

oleh -11 views

SIBOLGA | Masyarakat Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) terus berupaya melestarikan habitat penyu. Salah satunya dengan melakukan relokasi telur penyu ketempat penangkaran untuk dijaga.

Penjagaan yang dilakukan hingga telur penyu menetas dan bisa dikembalikan kelaut.

“Kita masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Konservasi Pantai Kelurahan Binasi berupaya untuk melestarikan habitat penyu. Kita melakukan relokasi telur penyu dari habitat aslinya ke tempat penangkaran”, ujar Ketua Kelompok Konservasi Pantai Kelurahan Binasi, Sahbudi Sikumbang, saat dijumpai di Dermaga Pelabuhan Lama Sibolga, Sabtu (18/8/2018).

Sahbudi menceritakan dirinya telah memulai upaya pelestarian sejak tahun 2013. Dirinya mengajak beberapa rekan lainnya untuk terus menjaga habitat penyu dengan melokalisir telur penyu ditempat khusus yang disiapkan bersama-sama.

Kini total anggota yang tergabung dalam kelompok pelestarian penyu berjumlah 13 orang. Mereka bersama-sama secara swadaya mencari telur penyu yang dapat direlokasi. Bahkan ketiadaan bantuan khususnya dalam hal pendanaan ditutupi dengan membuat iuran sebesar 5000 rupiah per orang per minggu.

Dana tersebut sebagai pengganti bagi kebutuhan keluarga saat mereka melakukan penjagaan dimasa pertelur. Karena saat masa pertelur tersebut, para anggota harus dijaga khusus agar tidak dirusak oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan apa yang dilakukan.

“Karena banyak juga masyarakat yang tidak senang dengan kami. Kami dianggap mengganggu ekonomi masyatakat. Kan harga jualnya mahal, penyu satu ekornya itu perjengkal dijual 75 ribu. Kalau telur penyu yang sudah direbus dijual 5000 per butir”, ungkap Sahbudi.

Sejak kali pertama melaksanakan upaya pelestarian, kelompok tersebut telah melepaskan sedikitnya 5.500 ekor penyu hasil dari peneluran telur penyu yang telah direlokasi. Telur penyu berasal dengan membeli dari masyarakat yang diklaim sengaja mencari dari laut.

Telur penyu dibeli dengan dua model pembelian. Pertama, telur yang didapat langsung dari masyarakat dibeli dengan harga 2000 rupiah per telur.

“Nah satu lagi masyarakat yang memberi info dimana ada telur penyu, kita akan beli 2500 rupiah per telurnya. Kenapa lebih mahal, karena kalau cuma dikasih info, kita bisa lebih menjaga cara pengambilan telurnya. Sedangkan kalau masyarakat yang ambil, kemungkinan rusaknya lebih besar”, lanjut pria berumur 38 tahun tersebut.

Terkait proses peneluran hingga menetas, Sahbudi menjelaskan biasanya memerlukan waktu antara 48 hingga 58 hari. Durasi tersebut bergantung pada cuaca dilokasi penangkaran. Sebab jika hujan, maka akan mempengaruhi suhu tanah.

Setelah menetas, diperlukan proses adaptasi sekitar satu minggu sebelum penyu dilepaskan kelaut. Lokasi penangkaran sendiri dilakukan di tiga lokasi di Tapanuli Tengah yaitu Pantai Binasi, Pantai Pasar Sorkam dan Pantai di Perbatasan Tapteng dan Aceh.

Usaha yang dilakukan Kelompok Konservasi Pantai Kelurahan Binasi disebut juga telah membuahkan hasil. Terbukti dalam dua terakhir, angka keberhasilan dalam proses peneluran selalu berada diatas 90 persen. Sedangkan ditahun sebelumnya, persentasenya kurang dari 60 persen.

Namun tetap saja mereka membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Khususnya dalam hal edukasi, pemahaman dan pendanaan.

“Kami sangat membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Karena kalau tidak kita, siapa lagi. Enggak mungkin juga kita berharap orang luar membantu kampung kita dan habitat penyu ini. Begitu juga secara pendanaan, selama ini kami hanya baru dapat bantuan dari Lanmal beberapa waktu yang lalu”, harap Sahbudi.red