Ditanya Hakim, Bupati Labura Mengaku Lupa Soal SK DBH PBB Perkebunan, Terdakwa Armada Sebut 2012 Sudah Ada

oleh -157 views

MEDAN | Pengadilan Tipikor Medan menggelar sidang dugaan korupsi pemungutan dana PBB, dari hasil perkebunan Kabupaten Labuhan Batu Utara (Labura) Tahun 2013 hingga 2015, yang merugikan keuangan negara mencapai Rp937.384.612.

Dipersidangan lanjutan dipimpin majelis hakim Sri Wahyuni Batubara, Senin (24/8/2020) menghadirkan dan mendengarkan kesaksian Bupati Labura, Khairuddin Syah Sitorus atau akrab disapa Buyung Sitorus (foto).

Bupati Labura menjadi saksi atas terhadap 3 terdakwa yakni,
Ahmad Fuad Lubis selaku mantan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labura, dan Armada Pangaloan selaku mantan Kepala Bidang Pendapatan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labura.

Menjawab pertanyaan majelis hakim terkait, SK Penandatangan Upah Pungut dan Insentif Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) perkebunan Kabupaten Labura, Khairudin Syah mengatakan lupa.

Dan Bupati Labura menyatakan, ia telah mengembalikan uang yang diterima, selama periode 2013-2015, senilai Rp595 juta.

Majelis hakim kembali bertanya, selain saksi (Bupati Labura), apakah ada orang lain yang menerima atau memungut upah dari pajak perkebunan, diantaranya terdakwa. Dan semua juga sudah dikembalikan.

Menjawab pertanyaan majelis hakim, saksi mengaku, iya semua yang menerima upah pungut pajak perkebunan, sudah mengembalikan uangnya.

Hakim Anggota pun melanjutkan pertanyaan kepada Bupati Labura, kalau kedua mantan stafnya itu bisa di proses dan menjadi terdakwa dipersidangan dalam kasus ini. Lalu kenapa saksi (Bupati Labura), sambil bertanya persetujuan SK yang ditandatangani Bupati Labura.

“Apakah saksi tidak membaca isinya SK terlebih dahulu,” ujar Hakim Anggota itu.

Menjawab pertanyaan Majelis Hakim, Bupati Labura Khairuddin Syah semula hanya menjawab tidak membaca kemudian. Namun berubah dengan mengatakan, ia (saksi) menjawabnya lupa kepada Majelis Hakim dalam persidangan itu.

Bupati Labura juga menjelaskan, penerbitan SK dimulai dari tingkat Kabid dalam hal ditangani oleh Armada (terdakwa), kemudian Kepala Dinas, Sekda Labura, Wakil Bupati Labura. Setelah itu baru kemudian SK itu sampai pada dirinya.

Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut, juga sempat menegur sikap Khairuddin Syah yang sering menjawab tidak tahu dan lupa.

Majelis hakim menegaskan, tolong kepada saksi (Bupati) untuk menjawab seputaran masalah SK, yang ditandatangani oleh saksi sendiri selaku Bupati. Karena dengan SK itu dua bawahan anda kini menjadi terdakwa, lalu selaku yang menandatangani kenapa bisa tidak tahu.

Saksi pun kembali menjawab, sebelumnya ia telah berkoordinasi dengan pihak Biro Hukum Pemprovsu dan Dirjen Kemenkeu.

Lanjut Hakim bertanya, kalau memang tak bermasalah kenapa yang didaerah lain tidak ada yang pejabat disidangkan dalam kasus tersebut, Khairuddin Syah hanya mengatakan bahwa ia pun heran.

Dalam kesaksian itu, Bupati Batubara juga mengatakan, total pengembalian upah pungut/insentif dari 2013 hingga 2015, termasuk dirinya yang mengembalikan kerugian negara mencapai total Rp2,1 Miliar.

Mendengar keterangan Saksi Bupati Labura, terdakwa Armada membantah kesaksian bupati. Ia tidak pernah bertemu dengan Bupati Labura terkait SK tersebut. Sebab menurut terdakwa, SK itu hanya diteruskan saja karena sebelumnya pada 2012 sudah ada SK tersebut.

Selain itu lanjut Armada menyebutkan, perusahaan perkebunan yang berada diluar HGU, semuanya berada dalam koordinasi dan turut diketahui Bupati Labura.

Dalam persidangan ini, selain Bupati Batubara, jaksa penuntut umum (JPU) juga menghadirkan para pejabat Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labura, diantaranya Zainal Arifin selaku Bendahara Pengeluaran Dinas Pendapatan, R Sinaga selaku Sekretaris Dinas Pendapatan, Muhamad Husen Kabid Anggaran dan Pembendaharaan Dinas Pendapatan Labura.

Ketiganya pejabat tersebut juga senada dengan Bupati Labura,, yang selalu menyatakan lupa dan bukan pada bidang teknisnya.

Bahkan ketiganya mengaku, menyangkut uang yang menyebabkan kerugian negara mereka turut menerima, namun tanpa ada pertanyaan kepada yang memberi.

Selain itu, ketiga pejabat juga mengaku, uang yang sebelumnya mereka terima telah dikembalikan.KM-Fad