Awal November, Kejati Sumut Hentikan Penuntutan 5 Perkara Berdasarkan Perja

oleh

koranmonitor – MEDAN | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan 5 perkara, dengan humanis berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020.

Sebelumnya Kepala Kejati Sumut Idianto SH MH yang diwakili Wakajati Muhammad Syarifuddin, SH MH didampingi Aspidum Kejati Sumut Luhur Istighfar SH M.Hum bersama para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut dari ruang Vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Kamis (2/11/2023).

Ekspose perkara dari Kejati Sumut disampaikan kepada JAM Pidum Kejagung Dr Fadil Zumhana melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Ditektur TP Oharda) pada JAM Pidum Kejagung RI Nanang Ibrahim Soleh, para Kasubdit dan Koordinator pada JAM Pidum Kejagung RI, serta diikuti para Kajari dan Kacabjari yang mengajukan perkara untuk dihentikan dengan humanis.

Menurut Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos A Tarigan SH MH bahwa perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Pendekatan Keadilan Restorative atau Restorativa Justice, berasal dari Kejari Asahan atas nama tersangka Aan Suganda Hasibuan alias Aan disangka melanggar Pasal 362 KUHPidana, tersangka Rafli Fasa Koto melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 Jo Pasal 53 KUHP.

Kemudian, lanjut Yos A Tarigan berasal dari Cabang Kejaksaan Negeri Langkat di Pangkalan Brandan dengan tersangka atas nama Rusli Alias Ulik melanggar Pasal 480 Ayat (2) KUHP, tersangka atas nama Ruslan Alias Roy melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana dan tersangka atas nama Muslim alias Alim juga melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana.

“Setelah mempertimbangkan beberapa hal dan berpedoman pada hati nurani, 5 perkara ini disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif. Karena, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2.500.000,” kata Yos A Tarigan.

Setelah disetujui perkaranya dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif, antara tersangka dan korban saling memaafkan dan tidak ada lagi dendam, kemudian tersangka mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

“Masyarakat merespon positif proses perdamaian ini, dan proses perdamaian telah membuka sekat agar tercipta harmoni antar sesama,” tandasnya.

Mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menambahkan bahwa proses perdamaian antara korban dan tersangka disaksikan tokoh masyarakat, jaksa penuntut umum, keluarga kedua belah pihak dan penyidik dari kepolisian. KM-fah/red