MEDAN | Sidang perkara korupsi senilai Rp3,7 miliar sehubungan dengan pembangunan gedung kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tapteng TA 2015, Kamis (6/12) kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Jalan Pengadilan Medan.
Kali ini giliran Sekda Tapteng Hendri Susanto Lumbantobing didengarkan keterangannya sebagai saksi.
Orang kedua di Pemkab Tapteng ini hampir 2 jam dicecar pertanyaan baik oleh tim JPU dari Kejari Sibolga Riachad SH dan Doni M Doloksaribu SH, tim penasihat hukum ketiga terdakwa dimotori Japansen Sinaga SH maupun majelis hakim diketuai Abdul Azis SH.
Fakta yang ‘diburu’ tim JPU maupun kuasa hukum terdakwa Harmi Parasian Marpaung selaku Kadis PUPR Tapteng (sekarang nonaktif), Bistok Maruli Tua Simbolon selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan terdakwa Budi Hadibroto ST selaku Direktur PT Cipta Nusantara (telah mencabut kuasanya) yakni bukti surat status gedung yang selesai dikerjakan kini dijadikan Kantor Bappeda Tapteng.
Sebab pada persidangan sebelumnya, seingat tim kuasa hukum terdakwa, salah seorang saksi menerangkan kalau gedung yang menjadi obyek perkara tipikor menjerat kliennya, sudah menjadi aset Pemkab Tapteng.
Menyikapi hal itu, JPU Riachad maupun kuasa hukum terdakwa dan saksi Hendri Lumbantobing menghampiri meja majelis hakim.
Kurang lebih 5 menit berlangsung adu argumen. Bukti surat dimaksud. kata Sekda, aset sementara pada Dinas PUPR Tapteng bukan aset Pemkab.
“Aset sementara pada Dinas PUPR Tapteng karena belum ada proses serah terima dari pelaksana proyek dengan pengguna anggaran dalam hal ini Dinas PUPR Tapteng yang mulia,” terang Hendri.
* DAK Pusat Untuk 1 Kantor
Di bagian lain saksi mengenakan kemeja motif batik tersebut menyebutkan bahwa proyek pembangunan Kantor Bappeda Tapteng tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yakni dari Pemerintah Pusat.
Bermula dari usulan SKPD Dishub dan Bappeda. (satu proposal) untuk pembangunan kantor masing-masing dan kemudian disetujui bupati dan diteruskan ke kementerian di Pusat. Sementara dana yang disetujui Rp2 miliar atau jauh dari estimas Dinas PUPR Tapteng.
Setelah dilakukan rapat koordinasi akhirnya disetujui untuk pembangunan 1 kantor saja yakni Kantor Bappeda. Pemkab Tapteng juga sudah meminta saran ke Gubsu dan intinya menyetujui. Tahapan selanjutnya adalah pembahasan di DPRD Tapteng untuk disetujui menjadi Perda.
Walau tidak ingat persis waktunya, orang kedua di Pemkab Tapteng tersebut mengakui ada menerima informasi sudah terjadi 3 kali termin pencairan dana ke Bendahara Pemkab. Sesuai dengan aturan main adalah 4 termin. Namun sampai saat ini pihak rekanan belum ada mengajukan pencairan sana termin keempat.
Dua saksi lainnya selaku Kepala Bidang Bina Program dan kini menjabat Plt Kadis PUPR Tapteng dan Rafli staf yang ikut dalam proses membuat gambar proyek pembangunan kantor Bappeda juga turut dimintai keterangan.
Para terdakwa dijerat pidana Pasal 9 Jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3.770.351.67 sesuai dengan hasil pemeriksaan ‘private investigator’ dan ahli penghitungan kerugian keuangan.KM-Apri