BI-Rate Tetap 6,00% untuk Jaga Stabilitas dan Dorong Pertumbuhan

oleh -29 views
BI-Rate Tetap 6,00% untuk Jaga Stabilitas dan Dorong Pertumbuhan
RDG-BI

koranmonitor – JAKARTA | Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 Februari 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam RDG mengatakan, keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.

Sementara itu, kebijakan makro prudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makro prudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.

Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah juga terus didorong, untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital.

Perry Warjiyo menambahkan, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makro prudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, melalui upaya antara lain stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; Penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI);
Perluasan pendalaman pasar uang dan pasar valas melalui peningkatan volume dan jumlah pelaku transaksi repurchase agreement (repo).

Selanjutnya penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi; akselerasi digitalisasi sistem pembayaran guna mendorong inklusi ekonomi keuangan dan memperluas Ekonomi Keuangan Digital (EKD) termasuk perluasan QRIS antarnegara, baik volume transaksi maupun peserta Penyedia Jasa Pembayaran (PJP); Perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan termasuk peningkatan Local Currency Transactions (LCT) untuk fasilitasi transaksi perdagangan dan investasi, sistem pembayaran dan pasar keuangan antarnegara.

Dia melanjutkan, koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan fiskal Pemerintah terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).

Bank Indonesia juga memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha, khususnya pada sektor-sektor prioritas.

Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Sementara itu pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.

Ekonomi global diprakirakan tumbuh sebesar 3,1% pada 2023 dan 3,0% pada 2024, lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya masing-masing sebesar 3,0% dan 2,8%. Perbaikan terutama ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India sejalan dengan konsumsi dan investasi yang tinggi.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang masih lemah serta kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam dua triwulan berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia. Eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut juga dapat mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunan inflasi global. KMC/red