Dugaan Kriminalisasi Terdakwa Penganiayaan, Dipersidangan Ahli Forensik Beberkan Kejanggalan Surat Visum RS Setia Budi

oleh -27 views
Dugaan Kriminalisasi Terdakwa Penganiayaan, Dipersidangan Ahli Forensik Beberkan Kejanggalan Surat Visum RS Setia Budi
Saksi ahli forensik dr. Agustinus Sitepu saat memberikan keterangan dipersidangan di PN Medan.

koranmonitor – MEDAN | Ahli forensik dr. Agustinus Sitepu, SpFM. Mked (for) perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), membeberkan kejanggalan alat bukti surat visum RS Setia Budi dalam dugaan penganiayaan dengan terdakwa Hendra Putra Buana Sembiring.

dr. Agustinus Sitepu hadir dipersidangan sebagai saksi ahli yang diajukan tim kuasa hukum terdakwa, dalam kasus perkara 351 KUHP dengan korban Andri dalam Nomor Perkara 602/Pid.B/2023/PN Mdn, Senin (12/6/2023) siang.

Kejanggalan surat visum yang dikeluarkan oleh RS Setia Budi itu diungkapkan saksi ahli Agustinus, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli dari pihak terdakwa.

Saksi ahli Agustinus Sitepu dalam keterangannya sebagai saksi ahli menerangkan ada 7 hal kesalahan dalam surat visum tersebut yakni, tidak ada identitas dokter yang membuat visum, tidak ada identitas penyidik yang meminta visum, penulisan luka tidak lengkap, pemeriksaan tambahan mengenai patah tulang yaitu radiologi, penulisan memakai bahasa Kedokteran (sepatutnya memakai bahasa Indonesia yang dimengerti secara umum), tidak ada kesimpulan sehingga tidak ditemukan klasifikasi luka (apakah luka ringan atau berat) dan tidak dituliskannya bagian penutup.

“Dari analisis saya selaku ahli forensik berpendapat surat visum ini tidak dapat dijadikan alat bukti,” ujar Agustinus di hadapan majelis hakim dipimpin Ahmad Sumardi SH MH

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan, Jaksanya AP. Frianto Naibaho,S.H. menanyakan terkait cedera patah kaki dalam visum itu. Kemudian Agustinus menjelaskan bahwa cedera patah tulang hanya bisa terjadi akibat tekanan yang kuat.

“Seharusnya disertakan hasil foto rontgen untuk melihat cedera patah tulang dalam surat visum ini,” terang Agustinus.

Dalam persidangan tersebut baru terungkap, ternyata selama persidangan yang telah dijalani dalam perkara ini, tidak pernah diperlihatkan foto rontgen dan foto luka yang dialami korban.

Selanjutnya terdakwa, Hendra membantah telah melakukan penyerangan fisik kebagian kaki korban, bahkan menurutnya ia justru terlebih menerima pukulan dari korban di bagian wajah mengenai pipi dan telinganya yang kemudian membuatnya harus memiting (penangkap leher korban dengan lengan sambil memeluk tubuh) yang juga dilawan oleh korban sehingga terdakwa menjatuhkannya kelantai lalu memukul wajah korban.

“Saya dipanggilnya pak hakim yang mulia, lalu saya mendatanginya dengan meloncat untuk menghampirinya, saat itu dia langsung memukul wajah saya. lantas saya memiting dan memukul wajahnya. Lalu dia memaki orang tua saya, Kemudian saya menendang wajahnya. Tapi kenapa yang patah tulang bagian kakinya,” ujar Hendra menitikkan air mata mengingat kejadian yang dialami orangtuanya diperlakukan tak pantas oleh korban Andri.

Kuasa Hukum terdakwa, Ardiansyah Putra Munthe SH mengatakan ada keganjalan dalam proses hukum kliennya, selain isi surat visum adanya upaya pemaksaan terhadap kasus penganiayaan ringan menjadi kasus penganiayaan berat. Dan pelapor merupakan orang tua korban yang tidak ada di lokasi kejadian, sementara memberi keterangan kronologis dalam BAP kepolisian Polsek Medan Baru Polrestabes Medan.

“Perkara yang menimpa klien kami diduga dipaksakan untuk mengkriminalisasikan terdakwa, yang mana dalam keterangan terdakwa dirinya sempat akan membuat laporan penganiayaan yang dialaminya, namun tidak dilayani oleh petugas Polsek Medan Baru dengan alasan akan terjadi perdamaian,” kata Ardiansyah.

Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli dan kesaksian terdakwa dihadapan majelis hakim, Ardiansyah Putra Munthe berharap Hakim dapat melihat perkara ini secara mata hukum yang berkeadilan dan berazaskan praduga tak bersalah pada kliennya, dan dapat memutuskan sanksi hukum yang adil seadil- adilnya bagi kedua pihak, khususnya atas sangkaan pasal Penganiayaan yang dituduhkan kepada terdakwa.

“Kejanggalan lain yakni selama persidangan tidak ada diperlihatkan foto luka yang dialami korban dan foto rontgen patah tulang. Kami berharap kesaksian terdakwa dan pendapat ahli menjadi pertimbangan penegakan hukum yang berkeadilan untuk memberi sanksi hukum yang benar, fakta dan jujur. Dalam hal ini kami juga akan somasi RS Setia Budi karena menerbitkan surat visum yang diduga malprosedur,” pungkas Ardiansyah.

Persidangan agenda pembacaan tuntutan JPU akan kembali digelar, Kamis (15/6/2023).KM-fah/red